Jelang Lebaran, Pemerintah Buka Impor Beras, Gula hingga Daging
Untuk menjaga kecukupan stok dan stabilitas harga menjelang Lebaran, pemerintah akan membuka keran impor beberapa bahan pangan. Di antaranya adalah beras, gula dan daging sapi.
Untuk beras, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton. Impor dilakukan untuk menjaga ketersediaan stok beras domestik dalam dalam jumlah aman.
"Pemerintah melihat bahwa komoditas pangan itu menjadi penting, sehingga salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3).
Dalam paparannya, Airlangga menyebut impor sebesar 1 juta ton terdiri dari 500 ribu ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton sesuai kebutuhan Perum Bulog.
Tambahan beras dari luar negeri itu dinilai perlu untuk menjaga stok beras nasional dengan memperhitungkan kebutuhan bansos bagi warga terdampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), korban banjir, dan pandemi Covid-19.
Bagaimanapun, pemerintah juga tetap berupaya menjaga stok beras dengan melakukan penyerapan gabah oleh Bulog. Target penyerapan mencapai 900.000 ton setara beras pada saat panen raya Maret hingga Mei 2021 dan 500.000 ton pada Juni hingga September 2021.
Selain beras, pemerintah juga membuka keran impor gula dan daging sapi atau atau subtitusinya, daging kerbau.
Impor daging sapi dan kerbau sebelumnya telah diputuskan dalam rapat koordinasi pada 6 Januari 2021. Rapat persiapan Lebaran 2021 itu memutuskan bahwa pemerintah akan mengimpor 80 ribu ton daging kerbau dari India dan 20 ribu ton daging sapid ari Brasil.
Masih dalam rangka mengantisipasi kenaikan konsumsi saat Lebaran, pemerintah juga menugaskan BUMN untuk mengimpor 150 ribu ton gula kristal putih. Selain itu, ada juga impor dalam bentuk raw sugar dan gula rafinasi untuk kebutuhan industri.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, kebijakan impor beras akan diupayakan agar tidak mengganggu penjualan hasil panen petani. Ia memastikan bahwa beras yang diimpor oleh pemerintah hanya untuk cadangan Bulog, bukan untuk dijual bebas.
"Iron stock itu adalah barang yang memang ditaruh oleh Bulog sebagai cadangan. Dia mesti memastikan barang itu selalu ada. Jadi, tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun karena memang dipakai sebagai iron stock," ujar dia.
Teknis impor beras tersebut nantinya akan diatur oleh Kementerian Perdagangan. "Waktu, tempat, dan harga itu di tangan saya," ujar Lutfi.
Potensi Kenaikan Produksi
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melihat adanya potensi kenaikan produksi padi pada tahun ini. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, produksi beras nasional berpotensi naik 4,86% karena panen raya di awal tahun di sejumlah daerah menunjukan tren positif.
"Potensi luas panen padi 2021 sangat bagus dan juga menjanjikan. Tapi potensi ini harus kita waspadai, mengingat musim hujan dan banjir juga cukup besar dan bisa berdampak pada gagal panen," kata Suhariyanto seperti dikutip dari keterangan pers, Senin (1/3).
Sebelumnya, BPS juga mencatat produksi beras naik tipis pada 2020. Simak Databoks berikut:
Berdasarkan catatan BPS, pergerakan produksi beras mencapai 54,56%. Angka ini masih lebih tinggi ketimbang pergerakan produksi beras 2019 yang hanya 54,60%. Adapun total luasan panen pada 2020 lalu mencapai 10,66 juta hektar, dengan sentra produksi terbesar di Jawa Timur.
Di samping itu, produksi beras pada 2020 juga mengalami kenaikan 31,33% dibandingkan 2019. Meski naik tipis, Suhariyanto memastikan pemerintah berhasil mengendalikan produksi beras sehingga kebutuhan masyarakat masih tercukupi dengan baik.
"Kinerja produksi padi relatif terjaga selama 2020. Artinya produksi tahun ini secara keseluruhan berjalan stabil dan sangat menggembirakan," ujar dia.