Larangan Mudik Kembali Pukul Bisnis Hotel, Okupansi Diprediksi 25%
Larangan mudik saat libur hari raya Idulfitri diperkirakan membuat bisnis hotel dan restoran tertekan. Meski begitu, tingkat okupansi hotel diperkirakan masih mengalami peningkatan dibanding tahun lalu.
Tingkat okupansi hotel pada periode libur lebaran 2021 diperkirakan antara 25% dan 30%. Angka ini lebih baik dibandingkan saat libur lebaran tahun lalu dengan tingkat okupansi sebesar 14,45%.
Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kenaikan tingkat okupansi hotel tersebut belum signifikan menambah pemasukan hotel. Alasannya, average room rate atau tarif rata-rata harian kamar hotel masih rendah.
“Harga jual per malam sudah tertekan dari tahun lalu turun sekitar 30%-40%, sehingga pertumbuhan okupansi juga belum tentu menaikkan harga kamar, karena permintaannya masih sangat sedikit,” kata Maulana.
Maulana menjelaskan saat ini sektor hotel dan restoran masih dalam proses bertahan dan belum memasuki tahap recovery atau pemulihan. Saat ini, kata dia, sektor hotel dan restoran masih membutuhkan stimulus dari pemerintah seperti dana hibah pariwisata.
Dia menilai bila tak ada pembatasan maka sektor pariwisata khususnya hotel dan restoran pada kuartal II 2021 dapat tumbuh lebih baik. “Kalau pergerakan orang tidak lagi dibatasi, pasti kami bisa tumbuh kembali,” katanya.
Beberapa daerah di Jawa merasakan tingkat hunian hotel yang rendah selama libur lebaran. "Hampir tidak terlihat adanya kenaikan sama sekali, masih di bawah 10 persen," kata perwakilan Humas PHRI Solo Sistho A Srestho di Solo, Jumat.
Sistho mengatakan rendahnya okupansi hotel di Solo tersebut terlihat sejak satu minggu sebelum lebaran, sejak larangan mudik. Menurut dia, kondisi kali ini hampir sama jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
PHRI Cianjur Jawa Barat mencatat tingkat kunjungan wisatawan dan hunian hotel juga menurun tajam akibat penyekatan dan larangan mudik di jalur utama Cianjur.
Ketua PHRI Cianjur Nano Indra Praja mengatakan tingkat hunian hotel tidak lebih dari 20%. "Wisatawan sulit untuk sampai ke tujuan wisata karena mereka tetap mendapat pemeriksaan di perbatasan atau jalur lain dan dipulangkan petugas," katanya.
Tingkat okupansi hotel berbintang pada akhir tahun lalu sempat naik karena pelonggaran berwisata di akhir tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) atau okupansi hotel berbintang pada Desember 2020 sebesar 40,79%. Namun, angka tersebut turun 18.60% dibandingkan pada Desember 2019 yang sebesar 59,39%.
Namun, tingkat okupansi turun pada Januari dan Februari 2021. Tingkat penghunian kamar hotel bintang meningkat menjadi 32,4% pada Februari 2021 dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 30,35%.
Menurut PricewaterhouseCoopers (PwC), setidaknya terdapat sembilan sektor yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19. Industri perhotelan dan hiburan menjadi sektor yang paling terdampak, yakni mencapai 86%.