Pemerintah Harap Lonjakan Harga Komoditas Percepat Pemulihan Ekonomi

Agatha Olivia Victoria
20 Mei 2021, 06:48
komoditas, harga komoditas, pemulihan ekonomi
ANTARA FOTO/ Akbar Tado/yu/rwa.
Petani merawat bibit kelapa sawit di Desa Bunde, Kecamatan Sampaga, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (8/4/2021). Permintaan bibit kelapa sawit yang dijual Rp15.000 hingga Rp23.000 per pohon tersebut meningkat selama musim penghujan tahun ini.

Harga mayoritas komoditas dunia sedang melonjak di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis keadaan tersebut akan membantu percepatan pemulihan ekonomi domestik.

"Lonjakan harga ini membantu kita pulih lebih cepat," kata Airlangga dalam acara halalbihalal virtual bersama wartawan, Rabu (19/5).

Ia menyebutkan, komoditas yang mengalami lonjakan harga di antaranya yakni nikel, minyak sawit mentah, karet, tembaga, dan emas. Kenaikan tersebut juga seiring meningkatnya permintaan global.

Maka dari itu, Airlangga pun berharap Indonesia dapat mengoptimalkan tingginya harga komoditas dengan hilirisasi. "Sehingga bisa membantu pertumbuhan yang lebih berkelanjutan," kata dia.

Selama ini, dirinya mengatakan bahwa Indonesia cenderung hanya mengekspor bahan mentah ke luar negeri. Namun, selama empat hingga lima tahun terakhir pembangunan industri berbasis nikel di dalam negeri sudah masif sehingga tidak lagi mengekspor bahan baku.

Dengan adanya industri tersebut, Mantan Menteri Perindustrian tersebut menilai Indonesia mampu mengekspor hasil hilirisasi nikel dan baja senilai US$ 10 miliar."Tentu ini merupakan capaian yang sangat baik," ujarnya.

Selain nikel dan baja, ia pun menyebutkan bahwa lonjakan harga batubara dan alumunium harus dimanfaatkan dengan hilirisasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Oleh karen itu, pembangunan smelter di Batang dan Kalimantan Barat terus dipercepat.

Sebelumnya, Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan menilai, fenomena lonjakan harga saat ini mirip dengan pasca krisis global 2008. Ada dua hal yang menyebabkan peningkatan harga komoditas di tengah pandemi Covid-19.

Pertama, permintaan dan pasokan. "Beberapa komoditas ada peningkatan permintaan atau pasokannya tergangu," kata Panji dalam dalam Mandiri Economic Outlook & Industri 2Q21, Rabu (19/5).

Dari sisi permintaan, peningkatan terjadi secara bulanan karena rendahnya basis pada bulan sebelumnya akibat kekhawatiran pandemi. Sementara dari sisi pasokan, sempat adanya gangguan produksi minyak kelapa sawit di Malaysia karna lockdown hingga di Australia karena adanya pemblokiran pasokan komoditas tersebut dari Tiongkok.

Simak Databoks berikut: 

Kedua, adanya faktor stimulus negara maju yang sangat besar, terutama di Amerika Serikat. Uang yang sangat banyak tersebut menyebabkan likuditas dolar AS sangat tinggi dan mengalir ke emerging market yang juga berpengaruh kepada hot money di komoditas.

Kendati demikian, Panji memperkirakan lonjakan harga komoditas tidak akan setinggi saat krisis tahun 2008 lalu. "Tahun depan akan perlahan terkoreksi," katanya.

Badan Pusat Statistik mencatat, kinerja ekspor melesat 20,31% pada Maret 2021 dibandingkan Februari 2021 dan 30,47% dibandingkan Maret 2020 menjadi US$ 18,35 miliar. Kenaikan ekspor terjadi pada seluruh sektor. Pertanian tumbuh 25,04% secara tahunan, industri 33,45%, pertambangan 11,93%, dan migas (minyak dan gas bumi) 38,67%.

Kinerja ekspor tak terlepas dari peningkatan harga komoditas dan permintaannya. Harga minyak sawit mentah alias CPO sepanjang bulan Maret 2021 naik 1,1% secara bulanan. Lalu, harga batu bara ikut naik 9,4%. Harga karet alam juga meningkat 3,8%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...