Geliat Ekonomi Semester I, Ekspor Sektor Industri Olahan Melonjak 33%
Industri pengolahan terus menunjukkan kinerja positif dengan meningkatnya capaian ekspor selama paruh pertama 2021. Pada periode Januari-Juni 2021, pengapalan sektor tersebut mencapai US$ 81,07 Miliar, meningkat 33,45% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada semester I tahun 2021 ini, industri pengolahan juga masih memberikan kontribusi terbesar hingga 78,80% dari total ekspor nasional yang mencapai US$ 102,87 Miliar. “Pemerintah terus berupaya agar sektor industri dapat terus produktif dan berdaya saing, untuk dapat memenuhi permintaan pasar serta berkontribusi meringankan dampak pandemi terhadap perekonomian,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya, Minggu (18/7).
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor industri pengolahan pada Juni 2021 mencapai US$ 14,08 Miliar, meningkat 9,7% dari bulan Mei 2021 yang sebesar US$ 12,83 Miliar. Agus berharap peningkatan ekspor ini bisa mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi nasional.
Capaian ekspor sektor industri pengolahan pada Juni 2021 sebesar US$ 14,08 Miliar ini berkontribusi 75,91% terhadap total ekspor nasional yang mencapai US$ 18,55 Miliar. Hal ini menandakan sektor industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar dari kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan pada periode ini.
“Proporsi ekspor yang besar dari sektor industri pengolahan menunjukkan pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer ke produk manufaktur yang punya nilai tambah tinggi,” kata Agus.
Adapun, sektor industri manufaktur dengan kinerja ekspor yang mendominasi ekspor di bulan Juni 2021 antara lain, industri besi dan baja dengan nilai US$ 1,99 miliar, lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 1,89 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik sebesar US$ 1 miliar, kendaraan dan bagiannya sebesar US$734,6 Juta, serta karet dan barang dari karet sebesar US$ 605 juta.
Kinerja ekspor pada enam bulan pertama 2021 ini menyumbang surplus perdagangan sebesar US$ 11,86 miliar. Oleh karena itu, Agus bertekad untuk terus mempertahankan dan memperkuat potensi ekspor industri pengolahan dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri dari negara-negara kompetitor.
“Dengan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kompeten, hilirisasi di sektor industri perlu terus ditingkatkan untuk menghasilkan produk-produk bernilai tambah tinggi dengan peluang pasar ekspor yang besar,” ujarnya.
Agus menyampaikan, strategi peningkatan ekspor dilakukan dengan memperluas pasar, termasuk ke negara-negara tujuan nontradisional, seperti Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur. Selain itu, kerja sama ekonomi komprehensif serta perjanjian perdagangan bilateral dan regional akan dioptimalkan demi meningkatkan akses pasar produk industri nasional.
”Sebagai contoh, dengan Indonesia Australia-Comprehensive Economy Partnership Agreement (IA-CEPA), Indonesia dapat meningkatkan ekspor sektor otomotif,” katanya.
Sementara itu, di sisi impor, terjadi kenaikan impor dari US$ 14,23 miliar pada Mei 2021 menjadi US$17,23 miliar atau naik 21,03% di Juni 2021. Sebesar US$ 13,04 miliar di antaranya (75,69%) merupakan impor bahan baku/penolong serta US$ 2,55 iliar (14,77%) adalah impor barang modal.
Peningkatan impor terbesar terdapat pada mesin dan peralatan yang mencapai US$ 506,8 juta, besi dan baja sebesar US$ 257,3 juta, plastik dan barang dari plastik sebesar US$ 195,7 juta, serealia sebear US$ 192,7 juta, serta logam mulia, perhiasan emas/permata sebesar US$ 161,2 juta.
Kemenperin telah menargetkan penurunan impor tahun 2021 sebesar 22% dari baseline total impor tahun 2019 sebesar US$ 132,14 miliar. Total impor bahan baku/penolong dan barang modal pada Januari-Juni 2021 mencapai US$ 82,22 miliar atau sekitar 62,2% dari baseline impor tahun 2019.
Sementara target program substitusi impor pada tahun ini mencapai 22% dari total impor tahun 2019, yakni sebesar US$ 103,7 miliar. Dengan demikian, impor bahan baku/penolong hanya memiliki ruang sebesar US$ 21,5 miliar sampai akhir tahun 2021 untuk menjaga target penurunan impor tercapai.
Peningkatan impor bahan baku/penolong menunjukkan sektor industri yang tetap menggeliat di tengah situasi pandemi. Hal ini juga menunjukkan keyakinan berusaha para pelaku industry sangat tinggi. “Terlebih dalam delapan bulan terakhir, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di atas angka 50 atau di level ekspansif, yang menunjukkan bahwa sektor industri tetap optimis,” kata Agus.