SOROT: Perputaran Cuan Ratusan Kali dari Bisnis Tes PCR
Bisnis tes PCR atau Polymerase Chain Reaction menarik minat pengusaha karena keuntungannya besar. Pada awal pandemi Covid-19, penyedia jasa layanan tes ini bisa menangguk keuntungan ratusan kali lipat.
Saat pandemi baru merebak di Indonesia Maret-April 2020, penyedia tes PCR masih terbatas. Alhasil, ada perusahaan yang menarik tarif hingga Rp 5 juta untuk tes yang selesai dalam sehari. Seiring semakin banyak perusahaan yang terlibat dalam bisnis ini, harga tes pun terus turun.
Hingga saat ini jumlah total tes PCR mencapai 28,4 juta. Sebagai gambaran, bila satu perusahaan bisa menarik satu juta kali tes dengan keuntungan kotor Rp 100 ribu, perusahaan tersebut sudah mendapat keuntungan Rp 100 miliar.
Direktur Business Development PT Daya Dinamika Sarana Medika (DDSM) Wahyu Prabowo tidak menampik beberapa perusahaan tes PCR menangguk keuntungan besar. "Memang ada perusahaan yang mengambil gain lebih besar. Dulu ada yang mengambil keuntungan 300-500 kali," kata Wahyu kepada Katadata.co.id, Rabu (10/11).
DDSM merupakan salah satu perusahaan besar dalam bisnis tes PCR. DDSM semula dimiliki oleh Yayasan Dompet Dhuafa, tetapi mereka kemudian membuat entitas bisnis sendiri.
Sejak awal pandemi Covid-19 Maret 2020, DDSM bekerja sama dengan pemerintah untuk memeriksa tes sample Covid-19 dari jaringan Puskesmas. Awalnya DSDM hanya memiliki satu laboratorium, yang kemudian terus berkembang selama pandemi berkembang menjadi tujuh laboratorium.
Wahyu menggambarkan pada saat kasus naik menjelang akhir 2020, DDSM menerima sample sekitar 65 ribu per hari dari pemerintah. Jumlah tes sample yang dikirim menyusut seiring dengan turunnya kasus Covid-19.
Kini, DDSM menerima permintaan uji sample sekitar 4.500 per hari. "Bagi kami mengambil untung Rp 45 ribu juga sudah alhamdulilah. Kuota kami besar jadi tetap untung," ujar Wahyu.
Pengusaha Erwin Aksa, pendiri penyedia jasa tes PCR Laboratorika Utama (SwabAja), enggan memberitahukan keuntungan yang diperoleh. "Tidak banyak," kata Erwin kepada Katadata.co.id.
Namun, dia memberikan gambaran dari batasan harga saat ini yang ditetapkan pemerintah masih bisa turun. Ia menyebut, masih bisa untung jika harga PCR turun sampai Rp 195 ribu.
Hitung-hitungan Bisnis Tes PCR
Wahyu mengatakan harga tes ditentukan oleh investasi peralatan kesehatan dan reagen. Investasi di bisnis tes PCR ini cukup besar, di antaranya membeli alat kesehatan merek Abbot untuk kelengkapan tes laboratorium.
Beberapa alat kesehatan juga memiliki spesifikasi khusus dan terbatas dalam membaca reagen. Jadi, laboratorium harus menyediakan jenis reagen sesuai spesifikasi alat tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Hendarto Teguh mengatakan ketersediaan alat kesehatan terutama cairan reagen di awal pandemi memang masih terbatas karena minimnya pemasok. Pada awal pandemi, penyedia merek reagen hanya berjumlah 5-10 sementara sekarang sudah mencapai 54.
Pada awal pandemi Covid-19, Wahyu menyatakan, pihaknya mematok harga pokok penjualan (HPP) di kisaran Rp 550 ribu- Rp 650 ribu. Saat memberlakukan tarif tersebut, harga reagen berkisar Rp 350 ribu-Rp 375 ribu.
Harga yang dipatok DDSM tersebut jelas lebih rendah dibandingkan di pasaran karena pada awal pandemi tes PCR rata-rata dibanderol dengan tarif Rp 1,5 juta- Rp 1 juta. Bahkan, ada yang menarik tarif di atas Rp 2,5 juta.
Menurut Wahyu, di awal pandemi, tidak mudah bagi laboratorium atau pelaku bisnis membuka jasa layanan tes PCR karena terkendala regulasi. Selain itu, masalah keterbatasan penyedia alat tes PCR, baik alat pelindung diri (APD) ataupun cairan reagen.
"Dulu tidak boleh berdiri sendiri karena mengacu ke faskes. Tidak bisa berdiri independen, sementara sekarang bisa,"tuturnya.
Kerja sama antara DDSM dengan pihak ketiga penyedia cairan reagen berlangsung sekitar 6-7 bulan. DSDM kemudian memutuskan mengambil penuh layanan tes PCR, termasuk dengan membeli reagen sendiri.
Dengan membeli reagen sendiri, mereka bisa menjalankan bisnis lebih kompetitif karena dapat membanderol harga yang bersaing. Seiring bisnis yang berkembang, laboratorium DSDM bekembang dari awal pandemi hanya satu menjadi tujuh.
Harga reagen yang terus turun kemudian juga membuat pemerintah menyesuaikan batas atas tarif PCR dari semula Rp 2,5 juta menjadi Rp 900 ribu pada Oktober 2020.
Menurut Wahyu, pada saat pemerintah menurunkan tarif ke level Rp 900 ribu, harga reagen sebenarnya sudah jauh lebih murah yakni Rp 325 ribu.
Saat pemerintah kembali menurunkan tarif tes PCR ke level Rp 275 ribu- Rp 300 ribu pada 27 Oktober lalu. Wahyu mengatakan harga tes PCR sekarang seharusnya dapat berada di kisaran Rp 175 ribu. Alasannya, harga reagen kemungkinan turun dalam beberapa minggu ke depan menjadi Rp 90 ribu-Rp 110 ribu.
Bahkan, tarif tes PCR masih dapat turun di kisaran Rp 120 ribu-Rp 130 ribu. "Kenapa bisa berbeda harga PCR? Karena mengambil keuntungannya beda," kata dia.
Daftar Perusahaan Tes PCR
Nama Perusahaan | Jumlah Cabang | Relasi Kepemilikan | Cakupan Layanan |
Swab Aja/PT Satu Laboratika Utama | 33 | Erwin Aksa | Jakarta, Makassar,Batam, Bali, Yogyakarta,Surabaya, hingga Semarang |
Bumame Farmasi/PT Budimanmaju Megah Farmasi | 41 | Jack Budiman | Jabodetabek, Bandung, Surabaya,Malang, Palembang, Yogyakarta, Bali |
Daya Dinamika Sarana Medika (DDSM)KPH Lab | 7 | Pernah dimiliki Dompet Dhuafa kemudian berpisah | Jabodetabek, BaliMedan |
Quicktest/PT Quicktest Laboratorium Indonesia | 28 | Irawati MuklasAvisha Group | Jabodetabek |
Smartcolab | 21 | Sari PramonoInkoppol Divisi Kesehatan | Jabodetabek Bali |
GSI PT Genomic Solidaritas Indonesia | 5 | Luhut Pandjaitan, Garibaldi ThohirArsjad Rasjid | Jabodetabek |
Klagen InnolabPT Innolab Sains Internasional | 14 | Denni MappaTiti Rusdi | Jabodetabek |
IntibiosLab Klinik | 35 | Enggartiasto Lukito | Jabodetabek Bali, Karawang, Semarang, Cirebon Bandung, Yogyakarta, Lampung, Bogor, Surabaya |
Promo Lion Air Bantu Turunkan Harga PCR
Beberapa perusahaan ada yang berani menawarkan promo harga tes PCR jauh di bawah batas atas pemerintah, termasuk Lion Group. Perusahaan milik pengusaha Rusdi Kirana tersebut menyediakan tes PCR dengan harga Rp 195 ribu.
Tarif tes PCR seharga Rp 195 ribu dilakukan melalui kerja sama dengan jaringan fasilitas kesehatan yaitu DDSM dan Laboratorika Utama (Swab Aja) milik Erwin Aksa.
Menurut seorang sumber Katadata.co.id, Lion Air Group menjadi salah satu perusahaan yang kerap mempelopori penurunan harga sekaligus membuat harga tes PCR di Indonesia ikut turun.
Pada Agustus lalu, saat pemerintah mematok tarif tes PCR sebesar Rp 495 ribu-Rp 525 ribu, Lion Air menawarkan harga promo Rp 285 ribu. "Biasanya kalau Lion Air turun, hebohlah itu dunia persilatan. Pak Presiden (Jokowi) akan telpon ke Pak Rusdi Kirana, kenapa harga bisa turun?," ujar sumber tersebut.
Erwin Aksa yang memiliki Swab Aja mengatakan, tarif PCR sekarang masih terus diturunkan untuk berkompetisi dengan negara semodel India. Harga PCR masih bisa turun sampai Rp 195 ribu, yang tetap memberikan keuntungan meski tak besar. “Kalau Rp 195 ribu, tidak usah berpikir untung besar,” katanya.
Erwin juga yakin kebutuhan PCR tak akan berkurang meski pandemi berangsur surut. Ini lantaran tes serupa diperlukan untuk banyak deteksi penyakit seperti Tuberkulosis hingga kanker.
“Bahkan bisa digunakan industri makanan dan minuman untuk tes makanan halal karena bisa memeriksa DNA babi. Jadi bisa multipurpose,” katanya.