Geometrik Jalan, Over Speed, Abai Aturan Jadi Penyebab Kecelakaan Tol
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan bahwa mayoritas kecelakaan jalan tol di tanah air disebabkan oleh faktor geometrik jalan.
Investigator Senior KNKT Achmad Wildan menjelaskan, dari segi geometriknya ada dua macam jenis jalan tol di Indonesia.
Pertama, jalan tol dengan alinyemen vertikal seperti jalan tol Cikampek–Purwakarta–Padalarang (Cipularang).
Jalan tol dengan alinyemen vertikal ini memiliki kontur jalan yang menurun. Kecelakaan di jalan tol seperti ini lebih banyak disebabkan oleh brake fading atau kondisi di mana kampas rem mengalami kelebihan panas (overheat).
"Di sini lebih banyak faktor human error, bukan masalah kendaraannya. Pengemudi harusnya menggunakan gigi rendah atau exhaust break tapi dia menggunakan gigi tinggi, akhirnya kampasnya panas dan terdorong," kata Wildan kepada Katadata, Selasa (19/10).
Sementara untuk jalan tol dengan alinyemen vertikal atau lurus seperti jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali), dan jalan tol Pemalang-Semarang, banyak terjadi kecelakaan karena adanya perbedaan atau gap kecepatan antara kendaraan besar seperti truk kontainer dengan kendaraan kecil.
KNKT pernah mencatat, perbedaan kecepatan antara truk besar dengan kendaraan kecil seperti mini bus sangat tinggi, mencapai 100 kilometer per jam.
Padahal, standar aman untuk gap kecepatan di jalan tol adalah 30 kilometer per jam. Perbedaan ini yang banyak menyebabkan terjadinya kecelakaan tabrak depan belakang.
Kendaraan pribadi cenderung over speeding karena adanya ilusi mata pada desain penampang melintang di jalan tol.
Ia mengatakan, bahwa KNKT sudah mengusulkan pemasangan speed reducing marking atau tanda agar kendaraan pribadi dapat menurunkan kecepatan kepada Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri. Beberapa sudah dipasang di jalan tol Cipali.
"Kalau ada gap kecepatan itu tinggi, maka angka kecelakaan juga pasti tinggi," katanya.
Selain itu, tiga elemen geometri jalan yaitu penampang melintang jalan, alinyemen vertical serta alinyemen horizontal semuanya berada dalam keadaan standar dan hal ini justru membuat lengah dan meningkatkan rasa kantuk pengemudi.
Desain bahu jalan yang membentuk slope, yang membuat pengemudi pada saat berbelok dapat membentuk superelevasi yang terbalik dan menyebabkan kendaraan keluar dari badan jalan (bodyroll).
Penyebab lain yang mengakibatkan seringnya terjadi kecelakaan di jalan tol adalah belum adanya regulasi yang jelas terkait larangan bagi truk kelebihan muatan (ODOL) masuk jalan tol.
Truk ODOL cenderung melanggar batas minimal kecepatan karena keterbatasan power weight ratio dan kemampuan rem.
Ditambah lagi, titik buta atau blind spot pada truk pengangkut barang sangat besar. Artinya truk tidak bisa melihat kendaraan yang berada di belakangnya, sehingga ketika truk tersebut pindah lajur tiba-tiba, maka kendaraan di belakangnya akan terkejut dan menyebabkan tabrakan.
"Ini kalau ada regulasi truk ODOL dilarang masuk jalan tol akan sangat bagus, jadi jalan tol kita aman. Saya yakin kalau truk ODOL dilarang masuk jalan tol maka angka kecelakaan kita akan turun drastis," ujar dia.
Tol Cipularang yang menghubungkan Cikampek-Purwakarta-Padalarang merupakan salah satu ruas tol yang kerap memakan korban kecelakaan. Sejumlah kecelakaan maut pernah terjadi pada ruas tol tersebut.
Terakhir, pada Sabtu (16/10), kecelakaan terjadi di kilometer 91 melibatkan sebuah truk kontainer dan satu unit mobil minibus. Kecelakaan tersebut menewaskan satu orang yang diketahui adalah Yan Bastian. Almarhum merupakan Merchandising Director PT Indamarco Prismatama, pengelola jaringan minimarket Indomaret.
Pada September 2020, di kilometer 91, terjadi kecelakaan melibatkan melibatkan 20 kendaraan termasuk dua truk. Kecelakaan menewaskan delapan orang.
Pada 22 Desember 2012, sebanyak tujuh orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka dalam kecelakaan lalu lintas di Tol Cipularang kilometer 100, pada perbatasan Purwakarta-Bandung.
Kecelakaan itu terjadi ketika bus pariwisata Perusahaan Otobus Tristart bernomor polisi R-1696-EA bertabrakan dengan truk tronton.
Berada di pegunungan, ruas Tol Cipularang meliuk naik-turun dan memiliki beberapa jembatan yang panjang dan tinggi.
Melalui tol ini, jarak Jakarta-Bandung sepanjang 58,5 kilometer bisa ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit jika tidak macet.
Daerah rawan kecelakaan di ruas Tol Cipularang adalah sepanjang kilometer 90 sampai dengan kilometer 100.
Pada area tersebut, kondisi jalan menanjak dari arah Jakarta dan sebaliknya, menurun dari Bandung. Karena itu, pada setiap tanjakan dan turunan yang curam terdapat tambahan jalur lambat untuk bus dan truk bermuatan berat.
Hasil investigasi KNKT pada kecelakaan September 2020 di tol Cipularang menyebutkan sejumlah penyebab kecelakaan,
Di antaranya adalah kondisi ODOL (Overdimension dan overload) pada salah satu truk serta minimnya pengalaman salah satu sopir truk, yakni di bawah enam bulan.
Menurut KNKT, geometri jalan di ruas Tol Cipularang khususnya KM 90-100 adalah termasuk ekstrim. Dibutuhkan keterampilan khusus bagi pengguna jalan khususnya pengemudi kendaraan besar termasuk diantaranya pengemudi dump truck.
Atas kecelakaan pada September 2020 lalu, KNKT memberikan sejumlah rekomendasi yaitu meminta operator kendaraan besar untuk memiliki dokumen risk journey bagi para pengemudinya, terutama di daerah rawan kecelakaan.
Meminta agar pengelola tol menerapkan manajemen kecepatan di Tol Cipularang perlu. Penerapan bisa dilakukan dengan sejumlah cara seperti penggunaan teknologi.
Teknologi seperti kamera kecepatan dan sebagainya diperlukan agar pengemudi mematuhi batas kecepatan minimal yakni 60 km/jam dan maksimal yakni 80 km/jam.
Kecepatan di bahu jalan juga perlu untuk diatur mengingat banyak pengguna jalan yang menggunakan bahu jalan untuk menyiap kendaraan lain.
Ruas-ruas jalan tol yang memiliki geometri ekstrim dan rawan kecelakaan termasuk Tol Cipularang juga diminta mempersiapkan jalur penyelamat (arrester bed) yang memenuhi standar dalam hal ukuran dan juga spesifikasi teknis material yang digunakan sehingga dapat dipakai suatu waktu bagi kendaraan yang mengalami permasalahan pada sistem pengereman.
Perlu dilakukan audit keselamatan jalan untuk menilai perlengkapan jalan yang memadai belum dilakukan pada ruas jalan yang terindikasi rawan kecelakaan seperti Tol Cipularang KM 90-100, dan ruas-ruas lainnya.