Industri Elektronik Terpukul dari Tiga Sisi di Awal Tahun

Cahya Puteri Abdi Rabbi
18 Februari 2022, 19:14
Industri Elektronik Terpukul dari Tiga Sisi di Awal 2022
Kemenperin
Ilustrasi, aktivitas teknisi industri elektronika di Indonesia yang telah menggunakan teknologi digital dalam pengecekan mesin produksi.

Gabungan Pengusaha Elektronika (Gabel) mendata permintaan industri elektronika pada Januari-Februari 2022 anjlok sekitar 10 % secara tahunan. Hal ini diduga disebabkan dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat Covid-19 varian Omicron dan cuaca buruk. 

Sekretaris Jenderal Gabel Daniel Suhardiman mengatakan cuaca buruk dan PPKM membuat performa produksi dan penjualan tersendat. Selain itu, kondisi ini diperburuk dengan merangseknya produk impor yang mengurangi pasar produk domestik di dalam negeri. 

"PPKM level 3 (membuat adanya) pembatasan waktu kerja dan mobilitas. Di satu sisi, barang impornya masuk biasa (dan) lancar, terutama yang produk jadi. Kebanyakan masih dari Cina," kata Daniel kepada Katadata, Jumat (18/2). 

Seperti diketahui, pemerintah telah membatasi importasi produk elektronik pada 2020 melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 68-2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, Serta Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga.

Adapun, beleid ini terbit pada 25 Agustus 2020 dan berlaku pada 25 November 2020. Namun demikian, Daniel menilai permendag ini tidak efektif dalam penerapannya. 

Pasca pemberlakuan Permendag No. 68-2020, kontribusi produk domestik di pasar elektronika dalam negeri naik menjadi 30% saat Permendag ini berlaku. Sebelumnya, kontribusi produk lokal di pasar nasional hanya mencapai 20%. 

Peningkatan kontribusi pasokan produk lokal ini berjalan sekitar 3 bulan atau hingga Februari 2021. Saat itu, kata Daniel, beberapa produsen elektronika telah berniat untuk melakukan investasi industri bahan baku elektronika di dalam negeri, khususnya industri pendingin ruangan dan kulkas. 

Namun demikian, kontribusi produk lokal kembali turun hingga ke posisi 20 % saat ini. Daniel menilai hal ini disebabkan oleh dua hal, yakni pulihnya industri elektronika di Negeri Panda dan lemahnya pengawasan di pelabuhan impor. 

"Permendag-nya masih ada, tapi pengawalan dari Kemendag (Kementerian Perdagangan)-nya lebih longgar, padahal itu momentum baik supaya terjadi investasi masuk," kata Daniel. 

Pelemahan pengawasan itu ditambah dengan naiknya biaya logistik untuk pengiriman bahan baku pabrikan lokal yang dikirim dari Cina. Daniel mencatat biaya logistik satu kontainer ukuran 40 kaki (feet/ft) kini mencapai US$ 3.500 - US$ 4.000. 

Pada kondisi normal, biaya logistik per kontainer ukuran 40ft hanya US$ 900. Artinya, harga transportasi bahan baku naik hingga 344,44%. 

Selain itu, pola hidup konsumen juga kembali berubah dengan dilonggarkannya pembatasan mobilitas. Dengan demikian, fenomena lonjakan permintaan peralatan elektronik rumah yang terjadi pada 2020 tidak berlanjut. 

Daniel berujar permintaan produk elektronika pada 2021 tampak landai cenderung menurun. Namun demikian, Daniel optimistis nilai produksi pada 2021 tetap tumbuh positif. 

"(Konsolidasi pertumbuhan nilai produksi industri elektronika dari) semua (produk) kurang lebih masih tumbuh 3% - 5% (pada 2021)," kata Daniel. 

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Lavinda

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...