Impor Gandum dari Ukraina ke Indonesia Tertahan Imbas Invasi Rusia
Perang Ukraina-Rusia menyebabkan pasokan impor gandum ke Indonesia tertahan. Indonesia masih memiliki opsi mengimpor gandum dari beberapa negara alternatif produsen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pengimpor gandum asal Indonesia dari Ukraina merupakan importir umum dengan lisensi khusus, salah satunya perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo).
Aptindo mencatat saat ini sekitar 60 kontainer yang tertahan di Ukraina akibat agresi Rusia. "Satu kontainer sekitar 20 ton, berarti sekitar 1.200 ton (yang tertahan di Ukraina)," kata Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies kepada Katadata.co.id, Jumat (4/3).
Anggota Aptindo yang mengimpor gandum dari Ukraina di antaranya PT Paramasuka Gupita di Jakarta dan PT Fugui and Grain Flour Indonesia di Gresik. Kedua pabrik itu akan menghasilkan tepung terigu yang dikonsumsi oleh Wings Group sebagai bahan baku makanan seperti mi instan.
Ratna mengatakan dampak tertahannya impor gandum di Ukraina belum signifikan untuk saat ini. Selain itu, Indonesia masih memiliki opsi untuk mengimpor dari negara lain.
Selama ini, Ukraina merupakan pengimpor gandum nomor dua ke Indonesia. Bahana Sekuritas menyatakan konsumsi gandum dari Ukraina dapat mudah digantikan oleh produsen gandum lain. Beberapa negara yang dinilai berpotensi menggantikan posisi Ukraina adalah Australia, Brasil, Argentina, Kanada, dan India.
Berdasarkan data Aptindo, negara pengimpor pertama gandum yakni Australia yang mencapai 4,48 juta ton atau 40,5% dari total volume impor gandum nasional sepanjang Januari hingga November 2021. Volume impor dari Negeri Kangguru melonjak 595% dibandingkan realisasi 2020 sebanyak 830 ribu ton.
Impor gandum dari Keranjang Roti Eropa itu mencapai 26,8% dari total impor gandum nasional atau 3,07 juta ton selama Januari hingga November 2021. Angka itu naik 3,9% dibandingkan realisasi 2020 sejumlah 2,96 juta ton.
Selanjutnya, impor gandum dari Kanada mencapai 17% dari total impor atau sejumlah 1,88 juta ton. Realisasi ini tercatat susut dari capaian 2020 sebanyak 2,19 juta ton.
Dampak perang terhadap pasokan gandum tergantung pada lamanya intensitas perang Rusia-Ukraina. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan, potensi kenaikan harga pangan termasuk mi instan akan lebih kecil bila perang berlangsung singkat.
Sebab, para produsen menengah ke atas umumnya memiliki stok bahan baku yang cukup hingga dua bulan. Meski demikian, Adhi optimistis bahwa para pelaku industri telah mencari berbagai alternatif untuk mengantisipasi kenaikan harga gandum tersebut.
Apalagi, bukan hanya Indonesia yang bakal mengalami terganggunya pasokan gandum akibat konflik Rusia-Ukraina. “Maka dari itu perlu kita pikirkan alternatifnya, bagaimana kita lakukan substitusi gandum dengan bahan baku lainnya, melakukan inovasi produk, dan sebagainya,” ujar Adhi, Selasa (1/3).