Dana Pungutan Ekspor CPO Naik, Industri Hilir Domestik Bakal Tumbuh

Andi M. Arief
21 Maret 2022, 12:41
CPO, minyak goreng
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/pras.
Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Muara Sabak Barat, Tajungjabung Timur, Jambi, Jumat (10/7/2020).

Pemerintah menaikkan Dana Pungutan (DP) ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Kebijakan untuk menjaga pasokan minyak goreng di dalam negeri ini dianggap akan memberikan dampak positif industri hilir CPO nasional.

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan investor akan mempertimbangkan mendirikan pabrikan hilir di dalam negeri dengan tingginya dana pungutan ekspor. Selain itu harga CPO dan turunannya yang tinggi menjadi daya penarik.

"Harga (minyak) sawit di (pasar) domestik lebih atraktif daripada pasar global," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga kepada Katadata.co.id, baru-baru ini.

Kenaikan dana pungutan ini sebagai pengganti dari dihapusnya tiga kebijakan lain yakni kewajiban pengusaha pasok CPO ke pasar domestik (domestic market obligation atau DMO), kewajiban harga domestik (DPO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan. Dengan mencabut HET, harga minyak goreng kemasan akan mengikuti ketentuan mekanisme pasar.

Beleid ini membuat Dana Pungutan ekspor CPO paling tinggi naik menjadi US$ 375 per ton. Sebelumnya, nilai DP ekspor tertinggi adalah US$ 175 per ton dengan harga batas atas adalah US$ 1.000 per ton. Artinya, dana pungutan ekspor CPO tertinggi naik 114,28%.

Selain itu, eksportir CPO tetap akan dikenakan bea keluar (BK) senilai US$ 200 per ton. Sehingga, total dana yang harus dikeluarkan eksportir untuk mengirim CPO ke pasar ekspor kini menjadi US$ 575 per ton.

Untuk mendorong pertumbuhan industri hilir, Sahat menyarankan pemerintah memberikan insentif tambahan kepada investor hilir CPO agar merealisasikan investasi tersebut.

Industri hilir CPO nasional yang tumbuh berpeluang membuat Indonesia mengendalikan harga di pasar internasional. Asalkan konsumsi CPO di dalam negeri mencapai 60%. 

Saat ini sekitar 90% dari produksi CPO nasional telah diubah menjadi barang antara. Namun, CPO yang diproses sebagai produk hilir dari total produksi CPO hanya sekitar 35%.

Barang antara tersebut yakni refined bleached deodorized (RBD) olein, RBD palm kernel oil (PKO), noodles soap, dan lainnya. Adapun beberapa barang hilir lainnya adalah sabun, shampo, make-up, shortening, migor, Fatty Acid Methyl Ester (FAME), dan sebagainya.

"Sudah baguslah (kebijakan kenaikan DP) tanpa disadari. Jadi, investor akan tertarik datang ke Indonesia untuk berinvestasi," kata Sahat.

Dia juga menilai menaikkan DP adalah cara yang lebih elegan dalam stabilisasi harga migor. Perubahan dana pungutan ini akan memudahkan pabrikan untuk meramalkan harga CPO masa depan dibandingkan dengan membatasi ekspor melalui aturan kewajiban pasar domestik (DMO).

Adapun, skema perhitungan DP ekspor adalah senilai US$ 55 untuk penjualan CPO senilai US$ 750 per ton. Setiap penambahan harga jual sebanyak US$ 50 per ton, DP ekspor akan ditambah US$ 20.

Sebelumnya, DP akan tetap senilai US$ 175 per ton saat harga ekspor CPO lebih dari US$ 1.000 per ton. Penyesuaian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) membuat penghitungan DP akan terus berjalan progresif sampai menyentuh harga US$ 1.500 per ton.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...