Biaya Logistik Bekasi Hampir Dua Kali DKI Jakarta, Ini 5 Penyebabnya
Biaya logistik Bekasi sangat tinggi mencapai 25,76% dari biaya produksi. Kondisi itu berbeda dengan DKI Jakarta yang biaya logistiknya hanya 13,66% dari biaya produksi.
Kasubdit Angkutan Barang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Solihin Purwantara, mengatakan ada lima faktor yang mempengaruhi perbedaan seignifikan biaya logistik tersebut. Faktor pertama dan kedua yaitu perbedaan kondisi jalan dan fasilitas logistik di dua wilayah tersebut.
"Jakarta kan medannya datar, terus fasilitasnya jelas. Kalau Bekasi kan konturnya (tidak datar), terus ini (fasilitas logistik di Bekasi) belum terintegrasi secara detail antar-moda," kata Kasubdit Angkutan Barang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Solihin Purwantara di Jakarta, Rabu (8/5).
Faktor ketiga yaitu disebabkan oleh tingkat kemacetan Bekasi yang tinggi. Padahal biaya transportasi berkontribusi besar terhadap total ongkos logistik.
Sementara faktor selanjutnya adalah sebagian perusahaan logistik di Bekasi tidak efisien dalam mengangkut barang. Alhasil, biaya perawatan kendaraan niaga sebagian perusahaan logistik.
Terakhir, Solihin berpendapat tingginya biaya logistik di Bekasi disebabkan oleh tidak adanya muatan balik. "Muatan cuma satu arah, jadi nggak bisa muter juga penghasilannya," kata Solihin.
Menurutnya, tingginya biaya logistik di Bekasi dapat ditekan dengan aplikasi teknologi. Dengan demikian, potensi kerusakan kendaraan akibat kelebihan muatan, kemacetan, dan tidak adanya muatan arus balik dapat diatasi.
Ketua Umum Asosiasi Logistk Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menilai, industri logistik nasional mendapatkan berkah dari pandemi Covid-19. Menurutnya, pandemi memaksa pelaku industri logistik untuk mengaplikasikan teknologi nirsentuh.
Alhasil, pengaplikasian teknologi di industri logistik kini lebih mudah diterima. Mahendra menilai industri logistik nasional kini harus menerapkan skema rating seperti yang dilakukan oleh konsumen kepada pengemudi dalam jasa transportasi daring.
Maka dari itu, Mahendra menyarankan agar Kementerian Perhubungan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk penerapan teknologi tersebut. "Logistik sebelumnya selalu mengikuti perdagangan. Sekarang (perdagangannya) ke e-commerce. Logistiknya juga harus digital," kata Mahendra.
Menurut Frost and Sullivan, Indonesia memiliki biaya logistik termahal di Asia, yakni sebesar 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB).