Harga Tepung dan Gandum Melonjak, Harga Mie Instan Belum Tentu Naik
Harga tepung terigu pada semester II-2022 diperkirakan akan naik akibat melonjaknya harga gandum. Namun, tidak semua produk berbasis terigu seperti mie instan bakal terkerek harganya pada paruh kedua 2022.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia atau Aptindo, harga gandum per Agustus 2022 naik 76% dibandingkan awal 2021. Namun, harga tepung terigu baru naik sekitar 32% dalam periode yang sama.
Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengatakan ruang untuk menaikkan harga jual kepada masyarakat maupun industri pengguna tepung masih cukup besar. Namun, Aptindo mencatat pasokan gandum di dalam negeri masih mencukupi.
"Sehingga bilapun harga naik, kenaikannya gradual, jadi tidak memberatkan konsumen dan industri," kata Ratna Sari Loppies kepada Katadata.co.id, Jumat (12/8).
Pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia saat ini perlahan masuk ke pasar ekspor internasional. Namun, harga gandum malah meningkat karena biaya logistik yang tinggi.
International Grains Council atau IGC mencatat harga gandum asal Amerika Serikat dengan spesifikasi kandungan protein kurang dari 11,5% adalah US$ 374 per ton pada 9 Agustus 2022. IGC menghitung angka tersebut hanya lebih tinggi 17% dari realisasi periode yang sama tahun lalu senilai US$ 318 per ton
Adapun harga logistik gandum ke dalam negeri telah menembus US$ 50 per ton menjadi US$ 51 per ton pada Januari 2022. Artinya, biaya logistik gandum naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan data Januari 2021 senilai US$ 24 per ton.
Untuk menekan harga logistik, Ratna mengatakan industri penggilingan gandum mengganti pemasok utama gandum menjadi Australia sejak 2021. Tahun lalu, Australia menjadi pemasok gandum utama untuk Indonesia, yakni sebanyak 4,69 juta ton atau 40,87% dari total impor gandum 2021 sebanyak 11,48 juta ton.
Pada Januari-Juni 2022, volume gandum impor dari Negeri Kangguru telah mencapai 1,91 juta ton atau setara dengan 38,2% dari total impor paruh pertama 2022 sebanyak 5 juta ton.
Ratna mengatakan harga tepung terigu pada paruh kedua harus naik mengingat harga gandum berkontribusi hingga 90% dari biaya produksi tepung. Akan tetapi, menurutnya, tidak semua industri berbasis tepung akan menaikkan harga jualnya kepada konsumen, salah satunya mi instan.
Ratna menghitung harga tepung hanya berkontribusi sekitar 20% dari total biaya produksi mi instan. Jika harga mi instan naik, komoditas yang akan mempengaruhi adalah cabai, minyak goreng, dan kemasan.
Dia mencatat kenaikan harga tepung terigu tidak akan terlalu berdampak pada industri besar berbasis tepung seperti roti, biskuit, dan mi instan. "Di produk tersebut ada gula, mentega, susu, dan bahan lainnya, tidak melulu tepung terigu," kata Ratna.
Walau demikian, Ratna menilai kenaikan harga tepung terigu akan berdampak pada industri berbasis tepung berskala kecil dan menengah. Beberapa industri tersebut yakni mi basah yang bisa dipasok untuk penjual Mi Ayam, kue tradisional, dan toko roti.
Berdasarkan Aptindo, sebanyak 29% konsumen tepung terigu di dalam negeri adalah industri besar, sedangkan sebanyak 71% digunakan oleh industri kecil dan menengah atau IKM. Secara rinci, produsen mi basah, kue tradisional, dan toko roti menyerap hingga 37% dari total produksi tepung nasional.