Pemerintah Tambah Ikan dan Minyak Goreng ke Daftar Cadangan Pangan

Andi M. Arief
30 Agustus 2022, 16:55
Petugas melakukan persiapan untuk pengiriman minyak goreng Minyakita yang telah dikemas dalam kontainer ke Indonesia bagian timur, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.
Petugas melakukan persiapan untuk pengiriman minyak goreng Minyakita yang telah dikemas dalam kontainer ke Indonesia bagian timur, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Badan Pangan Nasional atau Bapanas menambah dua jenis pangan yang masuk dalam daftar cadangan pangan pemerintah atau CPP, yakni minyak goreng dan ikan. Dengan demikian, total pangan yang masuk dalam CPP menjadi 11 jenis.

Jenis pangan yang masuk dalam CPP adalah 11 jenis, yakni beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging ayam, telur ayam, daging sapi dan kerbau, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan. Seluruh jenis pangan tersebut akan masuk dalam Peraturan Presiden atau Perpres yang akan terbit dalam waktu dekat.

"Melalui draf Perpres ini ditambahkan dua komoditas, yakni minyak goreng dan ikan. Dari 11 jenis pangan tersebut, pelaksanaan CPP dilakukan secara bertahap," kata Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Muhammad Saifulloh dalam webinar “Pengelolaan CPP dengan Mekanisme Dynamic Stock” di Jakarta, Selasa (30/8).

Pada tahap pertama, jenis pangan yang akan dicadangkan adalah beras, jagung, dan kedelai. Pertimbangan utama pemilihan ketiga komoditas tersebut adalah masa simpan yang paling lama di antara komoditas lainnya.

 Dalam draf Perpres CPP, pemerintah dapat menugaskan Perum Bulog maupun perusahaan perdagangan milik pemerintah. Pada tahap pertama, Bulog ditugaskan untuk menyerap beras, jagung, dan kedelai dari dalam negeri.

Di sisi lain, pemerintah akan mendirikan badan layanan usaha atau BLU baru di bawah Badan Pangan Nasional atau Bapanas. Tugas utama BLU tersebut adalah melaksanakan salah satu tugas Bapanas, yakni mengatur Cadangan Pangan Pemerintah atau CPP.

Saifulloh mengatakan fungsi BLU tersebut akan mirip dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Artinya, BLU CPP akan menerima semacam Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pengembangan petani dan peternak di setiap komoditas.

"BLU ini harus diatur Keputusan Presiden sendiri. Jadi, kalau nanti 2023 aturan CPP sudah berjalan baik, baru bicara pembangunan BLU," kata Saifulloh.

Sementara itu, entitas yang akan menyerap dan menyimpan jenis pangan CPP tersebut adalah Perum Bulog dan perusahaan plat merah di bidang perdagangan. Artinya, jenis dan jumlah target pasar Bulog akan bertambah dengan berlakunya aturan CPP tersebut.

Saifulloh mengatakan, mekanisme pengelolaan stok akan dilakukan secara dinamis dan berdasarkan karakteristik industri pengguna komoditas tersebut. Sebagai contoh, pengelolaan cadangan beras dan kedelai akan berbeda mengingat beras merupakan bahan pokok, sedangkan mayoritas kedelai akan menjadi bahan baku pembuatan tahu dan tempe.

 Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras atau Perpadi Sutarto Alimoeso menyarankan agar pemerintah juga memasok cadangan beras pemerintah atau CBP dari luar negeri. Menurutnya, strategi tersebut dapat menjaga stabilitas harga beras di dalam negeri.

Dengan memasok CBP dari beras impor, pemerintah dapat mudah mengeluarkan beras tersebut untuk mengendalikan harga tanpa mengurangi produksi beras domestik. Selain itu, Sutarto berpendapat CBP dari beras impor memberikan dampak psikologis pada pelaku industri beras di dalam negeri untuk ikut menjaga harga beras.

"Strategi ini pernah terpikir beberapa waktu lalu, tapi jadi cadangan beras saja," kata Sutarto.

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah mengatakan cadangan beras di dalam negeri saat ini masih cukup hingga akhir tahun ini. Pada akhir semester I-2022, total cadangan beras nasional mencapai 9,71 juta.

Habibullah mencatat rata-rata stok beras di rumah tangga konsumen adalah 9-10 kg per rumah tangga. Adapun, rata-rata stok di rumah tangga produsen mencapai 390-443 kg per rumah tangga produsen.  

Stok terbanyak selanjutnya disimpan oleh Perum Bulog yang mencapai 1,11 juta ton. Adapun, stok di pedagang sebanyak 1,04 juta ton, di penggilingan sekitar 690.000 ton, dan di hotel, restoran, kafe, dan industri lainnya sebanyak 280.000 ton. 

 Meski sudah tidak mengimpor beras untuk konsumsi, Indonesia masih mengimpor beras untuk keperluan industri. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 407.741 ton beras pada 2021. Nilai ini naik dari 356.286 ton pada 2020.

Adapun selama periode 2019-2021 volume impor beras Indonesia tercatat lebih rendah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, seperti terlihat pada grafik.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...