SNI Minyak Makan Merah Terbit, Pabrik Mulai Dibangun Bulan Ini
Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait minyak makan merah (M3). SNI tersebut akan menjadi acuan dalam proses produksi M3 yang dilakukan oleh petani dalam waktu dekat.
Kepala BSN Kukuh S Achmad menyatakan, SNI M3 saat ini masih bersifat sukarela. Namun demikian, pemerintah dapat mewajibkan sertifikasi SNI M3 jika dinilai penting untuk menjaga kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, dan kepentingan nasional.
“Namun itu tergantung Kementerian yang mengatur produk itu. Karena BSN bukan regulator, kita sediakan infrastrukturnya. Kalau ke depannya SNI diwajibkan, maka semua minyak makan merah yang beredar harus sesuai SNI,” kata Kepala BSN Kukuh S Achmad dalam keterangan resmi, Selasa (4/10).
Kementerian yang dimaksud Kukuh adalah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau KemenkopUKM. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa penerbitan SNI melengkapi dokumen yang dibutuhkan untuk memproduksi masal M3. Selain itu, Teten menilai SNI M3 akan membuat keyakinan masyarakat untuk mengonsumsi produk tersebut semakin kuat.
Teten mengatakan pemerintah saat ini masih menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM. Namun demikian, Teten optimistis izin edar tersebut tidak akan menghadapi masalah. Hal itu karena BPOM sudah terlibat sejak pembuatan dokumen desain teknis atau DED pabrik M3.
Dia mengatakan, BPOM turut berkontribusi dalam higienitas dan keamanan pangan dalam DED tersebut, seperti pengaturan jenis logam yang digunakan pada mesin produksi. Selain itu, BPOM juga mengatur bentuk dan standar desain pada DED M3.
Dengan demikian, Teten menilai penerbitan izin edar M3 tidak akan terhambat. Pasalnya, proses produksi M3 telah diatur dengan ketat oleh BPOM.
Pabrik minyak makan merah
Selain izin edar, Teten mengatakan saat ini penerbitan izin lokasi pendirian pabrik M3 masih dalam proses. Namun demikian, Teten belum mengubah jadwal peletakan batu pertama pabrik M3, yakni pada minggu keempat Oktober 2022.
Sebagai informasi, pabrik M3 akan didirikan di lima provinsi, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Hasil produksi dari pabrik M3 tersebut diharapkan bisa lebih murah dan efisien dari sisi biaya logistiknya, karena pabrik terintegrasi dekat suplai Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
“Diharapkan kalau produksi 10 ton per hari dari 1.000 hektare bisa diserap di dua kecamatan,” kata Menteri Teten.
Dalam pembuatan M3, koperasi yang bekerjasama dengan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN melakukan titip olah untuk mengubah TBS sawit menjadi minyak sawit mentah atau CPO. Setelah itu, CPO akan disalurkan melalui pipa ke pabrik M3 yang dimiliki oleh koperasi untuk diolah menjadi M3.
Secara sederhana, pabrik M3 yang akan dibangun adalah pabrik penyulingan CPO menjadi M3 atau refined palm oil. Dalam proses penyulingan tersebut, PTPN akan mendukung penyediaan air baku dalam proses penyulingan yang dilakukan pabrik M3.
Dengan kata lain, biaya produksi M3 akan sangat efisien lantaran ada dua biaya produksi pokok yang ditekan oleh PTPN. Adapun, PTPN menjamin harga M3 yang dinikmati oleh masyarakat akan jauh lebih murah dibandingkan minyak goreng sawit saat ini. Pasalnya, proses produksi M3 lebih pendek daripada minyak goreng sawit saat ini.
Sementara itu, harga minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Pasar Spot Rotterdam turun 3% menjadi US$ 970 per Metrik Ton pada perdagangan Rabu, 28 September 2022, dari penutupan sehari sebelumnya. Harga CPO sempat menyentuh level tertingginya US$ 2.010 per Metrik Ton yang terjadi pada Rabu, 09 Maret 2022.