Dorong Industri Semikonduktor, Kemenperin Usul Larangan Ekspor Silika
Pemerintah terus mendorong kebijakan larangan ekspor mineral mentah untuk memperkuat hilirisasi di dalam negeri. Setelah melarang ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 lalu, Kementerian Perindustrian bakal memberlakukan pelarangan ekspor silika.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan, kementeriannya telah mengusulkan larangan ekspor Silika untuk memperkuat industri semikonduktor di dalam negeri.
"Tembaga, Timah, Bauksit dan saya juga akan mengusulkan Silika karena ini jadi bagian penting untuk mengembangkan industri semi konduktor. Kami dari Kementerian Perindustrian sangat serius untuk mendorong itu," kata Agus saat ditemui di Thamrin Nine Ballroom pada Selasa (18/10).
Pemberlakukan larangan ekspor Silika bertujuan untuk mengakomodir peluang pasar yang besar bagi produk elektronika. Selain itu, adanya perkembangan perangkat telekomunikasi dan otomotif khususnya kendaraan listrik, serta digitalisasi di banyak sektor juga semakin membuka kesempatan bagi industri semikonduktor.
"Dengan adanya regulasi menganai larangan ekpor bahan-bahan mentah, pasti akan menumbuhkembangkan investor yang masuk baik itu penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing," ujar Agus.
Saat ditanya apakah industri di dalam negeri siap menyerap pasokan silika akibat adanya kebijakan ekspor, Agus tak bicara banyak. Meski demikian, dia optimis bahwa langkah pemerintah untuk mengentikan ekspor pada komoditas tambang mentah akan diikuti dengan pertumbuhan industri di dalam negeri.
"Kayak nikel, sebelum melarang ekspor, itu industrinya belum tumbuh. Nah begitu ditutup langsung industrinya tumbuh, investor masuk karena mereka mendekatkan diri ke suplai bahan baku," tutur Agus.
Lebih lanjut, kata Agus, pemberlakukan pelarangan ekspor pada sejumlah komoditas tambang bertujuan untuk menciptakan industri baru yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang masif. Pemerintah akan terbuka bagi para pelaku usaha dalam negeri yang ingin menanamkan modalnya di proyek hilirisasi.
"Investor kan bisa dari mana saja, kalau nanti BUMN duluan gak masalah, sehingga nilai tambahnya tetap di Indonesia sehingga bisa menciptlan pekerjaan yang lebih banyak. Hilirisasi penting, ujungnya job creation," ucap Agus.