Apindo: Industri Manufaktur Babak Belur Bayar Kenaikan UMP hingga 10%
Pemerintah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2023 maksimal 10% seperti diatur dalam Peraturan Menaker Nomor 18 Tahun 2022. Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, Antonius Joenoes Supit, mengatakan dengan adanya kenaikan UMP tersebut justru akan menambah jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Anton megatakan, saat ini industri manufaktur tengah mengalami penurunan permintaan yang cukup signifikan seperti industri tekstil dan alas kaki. Kondisi tersebut menyebabkan PHK tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, ia merasa keberatan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menaikan upah minimum maksimum 10 persen ini.
"Industri manufaktur ini kan babak belur, kalau order nya hilang 50 persen, itu bagaimana membayar para pekerja? Jadi perusahaan itu bukannya tidak mau bayar, tapi tidak kuat bayar," ujar Anton kepada Katadata.co.id, pada Jumat (25/11).
Dia mengatakan, penurunan industri manufaktur tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga negara lainnya. Hal itu terutama terjadi pada industri manufaktur yang berorientasi ekspor.
“Inikan masalah global, bukan masalah di kita. Umumnya yang berat ini di industri padat karya di orientasi ekspornya,” ujarnya.
Dengan demikian, Anton menilai acuan kenaikan upah minimum dengan batasan maksimum 10% seperti yang diatur dalam Pemenaker Nomor 18 Tahun 2022 tersebut, tidak sejalan dengan misi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Dengan adanya kenaikan upah hingga 10%, pengusaha berpotensi memperlambat penyerapan tenaga kerja baru.
Padahal, Anton mengatakan, semangat Undang-undang Cipta Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya demi mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, “Pemerintah juga mesti paham, semangat UU Cipta Kerja itu untuk memberikan lapangan kerja. Kalau membuat kebijakan yang menabrak semangat itu, tidak benar kan?,” tutup Anton.
Daya beli buruh turun 30%
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, Said Iqbal, mengatakan bahwa Apindo selalu menjadikan alasan resesi global agar pemerintah menggunakan PP no.36 tahun 2021. Selain itu Apindo juga mengatakan jika saat ini terjadi 25 ribu buruh PHK. Namun demikian, Said mengatakan, Indonesia tidak mengalami resesi.
“Resesi itu terjadi jika dalam dua quartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya negatif. Sedangkan saat ini pertumbuhan ekonomi kita selalu positif,” kata Said iqbal, Rabu (16/11).
Dia mengatakan, upah yang tidak naik selama tiga tahun berturut-turut menyebabkan daya beli buruh turun 30%. Oleh karena itu, daya beli buruh yang turun tersebut harus dinaikkan dengan menghitung inflansi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Iqbal, ketika menggunakan PP 36/2021, maka nilai kenaikan UMP/UMK di bawah inflansi. Sehingga daya beli buruh akan semakin terpuruk.
Oleh karena itu, Said mengatakan, harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah. “Kalau menggunakan PP 36, kenaikannya hanya 2-4%. Ini maunya Apindo. Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflansi,” ujar Said Iqbal.
Said Iqbal mengatakan, inflasi 6,5 persen adalah inflansi umum. Secara khusus, konsumsi yang kenaikannya signifikan adalah makanan yang naik 15 persen, sektor transportasi naik lebih dari 30 persen, dan sewa rumah sebesar 12,5 persen.
“Litbang Partai Buruh memprediksi, pertumbuhan ekonomi bisa berkisar rata-rata 4-5 persen Januari-Desember 2022. Kalau inflasi 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi 4-5 persen, yang paling masuk akal angka kompromi kenaikan UMP/UMK adalah di atas 6,5 persen hingga 13 persen,” katanya.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 rata-rata upah minimum provinsi (UMP) di seluruh Indonesia mencapai Rp2,72 juta.
Namun, jika dirinci lagi tiap wilayah memiliki upah minimum berbeda-beda. Seperti terlihat pada grafik di atas, hanya ada 16 provinsi yang UMP-nya di atas rata-rata nasional. Sedangkan 18 provinsi lain UMP-nya di bawah rata-rata.