Argo Parahyangan Disuntik Mati Demi Kereta Cepat? Ini Tiga Faktanya
Pemerintah menargetkan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KCJB akan beroperasi pada Juni 2023. Di sisi lain, pemerintah mulai mempertimbangkan untuk menghapus Kereta Api Argo Parahyangan yang bertujuan untuk meningkatkan penumpang KCJB.
Seperti diketahui, Argo Parahyangan merupakan kereta api kelas bisnis dan eksekutif yang selama ini melayani rute Jakarta-Bandung. Dengan adanya KCJB, otomatis kedua moda transportasi kereta tersebut akan bersaing di rute yang sama
Berikut tiga fakta mengenai penggantian Kereta Api Argo Parahyangan dengan KCJB:
1. Masih dalam pembahasan
Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, tidak menyanggah mengenai adanya wacana menghapus Kereta Api Argo Parahyangan. Namun demikian, menurut dia, saat ini pemerintah masih membahas wacana tersebut.
"Mengenai operasionalnya masih dalam tahap pembahasan bersama semua stakeholders. Tentu hasilnya akan disosialisasikan kepada masyarakat," ujarnya.
2. Argo Parahyangan saat ini masih beroperasi
VP Public Relations Kereta Api Indonesia atau KAI, Joni Martinus, mengatakan bahwa KAI saat ini terus berkoordinasi dengan seluruh stakeholders mengenai kebijakan KCJB dan Argo Parahyangan. KAI sebagai operator akan tetap patuh jika nantinya pemerintah memutuskan untuk menghapus KA Argo Parahyangan karena adanya KCJB.
"KAI berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat," ujar Joni.
Namun demikian, Joni mengatakan bahwa hingga saat ini KAI masih tetap mengoperasikan KA Argo Parahyangan seperti biasa.
3. Fokus pada penyelesaian proyek KCJB
Baik Adita atau Joni sama-sama mengatakan bahwa saat ini pemerintah dan KAI lebih fokus untuk menyelesaikan proyek pembangunan KCJB.
KAI juga tengah menyiapkan LRT Jabodetabek dan KA Feeder untuk menghubungkan pusat kota Jakarta dan Bandung dengan Stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung atau KCJB.
Seperti diketahui, Stasiun KCJB di Jakarta berada di Halim. Sementara Stasiun KCJB di Bandung Barat berada di Padalarang. Layanan LRT Jabodetabek dan KA Feeder akan menghubungkan stasiun kereta cepat tersebut dengan pusat kota Jakarta dan Bandung.
Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung atau KCJB mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun. Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar US$6,1 miliar dengan alokasi US$4,8 miliar untuk komponen konstruksi (Engineering-Procurement-Construction/EPC) dan US$1,3 miliar non-EPC.
Kemudian, pihak Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengestimasikan terdapat pembengkakan biaya sebesar US$2,5 miliar menjadi US$8,6 miliar pada November 2020 karena adanya kenaikan dari EPC menjadi US$6,4 miliar dan non-EPC menjadi US$2,2 miliar.
Setelah itu, pihak manajemen KCIC terbaru menekan estimasi nilai pembengkakan biaya menjadi US$8 miliar. Artinya pembengkakan biaya dari estimasi terbaru terhadap biaya awal sebesar US$1,9 miliar. Kendati nilai pembengkakan biaya menurun, tetapi masih terdapat kenaikan dari EPC menjadi US$6 miliar dan non-EPC menjadi US$2 miliar.
Terdapat lima penyebab pembengkakan proyek kereta cepat seperti tertera dalam grafik: