Produksi Karet Lokal Merosot, Impor untuk Industri Melonjak Tajam
Produksi karet dalam negeri merosot 50% sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan industri domestik. Kondisi tersebut mendorong peningkatan impor karet untuk kebutuhan industri.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, kesejahteraan petani karet tertekan akibat harga komoditas tersebut merosot tajam. Apalagi 88% areal perkebunan karet adalah milik petani rakyat.
Harga karet saat ini US$ 1,4 per kg atau Rp 21.875 per kg. Angka tersebut jauh lebih rendah dari harga karet pada 2011 senilai US$ 5,4 per kilogram (kg) atau Rp 84.375 per kg.
Putu mengatakan, rendahnya harga karet berdampak pada produktivitas yang menurun. Akibatnya, pasokan ke industri pun ikut turun.
“Ini perlu kita carikan solusinya. Karet ini basis bahan baku yang begitu besar di indonesia. Di data kami juga menunjukan 50% penurunan produksi karet alam, jadi sangat rendah sekali," ujarnya dalam acara Sarasehan Komoditas Karet Alam Nasional, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (15/12).
Dia mengatakan, industri terpaksa impor karet alam untuk memenuhi kontrak dan keberlangsungan produksi industri. Sejak 2021, impor bahan baku karet alam berupa cup lump naik 123% dibandingkan 2020 yaitu sebesar 43,8 ribu ton.
Hingga Triwulan III-2022, impor alam berupa cup lump ini telah naik 22% dibandingkan total impor 2021 atau sebesar 53,4 ribu ton.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, Kementerian Perindustrian berupaya untuk mendongkrak harga karet. Salah satunya kesepakatan pengurangan ekspor Agreed Export Tonnage Scheme atau AETS yang dilakukan oleh tiga negara produsen utama karet alam, yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia. Tiga negara tersebut tergabung dalam International Tripartite Rubber Council atau ITRC.
"Pengurangan ekspor tersebut hanya bersifat sementara sebagai stimulan menuju keseimbangan supply-demand agar berdampak positif bagi perbaikan harga karet alam,” ujat Putu.
Upaya lainnya yaitu optimalisasi penggunaan karet dalam negeri melalui Demand Promotion Scheme atau DPS. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri sekaligus menekan impor barang jadi karet.
Dengan DPS, pemerintah telah mengembangkan aspal karet untuk infrastruktur jalan di daerah produsen karet sejak 2016. Namun sayangnnya implementasi aspal karet masih jauh dari yang diharapkan sehingga dampaknya tidak terlalu besar untuk peningkatan penyerapan karet alam secara nasional.