Kalah Gugatan Nikel di WTO, Kapan Indonesia Ajukan Banding?
Indonesia akan segera mengajukan banding setelah kalah dari gugatan Uni Eropa soal larangan ekspor bijih nikel di World Trade Organization atau WTO. Sementara program hilirisasi nikel akan tetap berlanjut sambil menunggu proses sengketa di WTO membuahkan keputusan tetap.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan akan terus menjalankan program hilirisasi bijih nikel di dalam negeri. Putusan WTO tidak akan berpengaruh pada investasi eksisting pengolahan bijih nikel di dalam negeri.
Dia mengatakan, sedang menunggu waktu untuk mengajukan banding. Namun saat ini, belum ada informasi pasti mengenai hal tersebut.
"Ini kami menunggu Appellate Body WTO kapan bersidang lagi, waktu bandingnya kan kami tidak tahu. Sementara ini kami tetap jalan terus dengan program hilirisasi bijih nikel," kata Agus di Jakarta, Selasa (20/12).
Appellate Body of the World Trade Organization adalah badan tetap yang terdiri dari tujuh orang yang mendengar banding dari laporan yang dikeluarkan oleh panel dalam perselisihan yang diajukan oleh anggota WTO.
Dampak pada investasi
Agus optimistis investasi pengolahan bijih nikel eksisting di dalam negeri tidak akan terpengaruh meskipun pembelaan Indonesia atas gugatan nikel ditolak WTO. Pemerintah menyatakan belum ada strategi lain dalam menanggapi keputusan WTO selain banding.
Sebagai informasi, kebijakan larangan ekspor bijih nikel efektif berlaku pada 1 Januari 2020. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ada 15 unit smelter nikel hingga November 2022.
Pemerintah menargetkan ada 30 smelter nikel hingga 2024. Total investasi dari pembangunan smelter nikel ini mencapai US$ 8 miliar. Hingga semester I 2020, telah terealisasikan US$ 6,3 miliar investasi smelter nikel.
Tidak hanya nikel, terdapat total target 53 total tambang smelter akan dibangun hingga 2024. Rinciannya, 19 telah direalisasikan dan 34 baru tahap rencana. Berdasarkan perusahaan, target hingga 2024 ini terdiri dari 11 smelter Bauksit, 4 Besi, 4 Tembaga, 2 Mangan, serta 2 Timbal dan Seng.
WTO tolak pembelaan RI soal gugatan nikel
Seperti diketahui, WTO menolak pembelaaan Indonesia terhadap gugatan nikel Uni Eropa. Berdasarkan dokumen WTO yang dikeluarkan 30 November 2022, panel menyimpulkan bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994.
Pasal XI:1 GATT 1994 menyatakan bahwa negara anggota WTO dilarang untuk melakukan pembatasan selain tarif, pajak dan bea lain, dan bukan pembatasan lain termasuk kuota dan perizinan impor atau penjualan dalam rangka ekspor.
Dalam penerapan Pasal XI:1 GATT 1994, WTO memberikan sejumlah pengecualian. Namun demikian, panel WTO menolak argumen bahwa kebijakan larangan ekspor nikel RI termasuk dalam pengecualian aturan tersebut.
Menurut panel WTO, pengecualian diberlakukan jika kebijakan ekspor bersifat sementara. Selain itu, syarat pengecualian berlaku jika larangan ekspor bertujuan untuk mencegah atau meringankan krisis pangan, atau produk lain yang esensial bagi Indonesia seperti dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994.
"Larangan ekspor tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Panel juga menyimpulkan bahwa larangan ekspor tidak dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 karena tidak diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT 1994," tulis keterangan WTO, dikutip Selasa (20/12).
Panel WTO merekomendasikan agar Indonesia mengambil langkah-langkahnya sesuai dengan kewajibannya berdasarkan GATT 1994. Artinya, Indonesia diminta membatalkan larangan ekspor bijih nikel tersebut.