B35 Diterapkan Tahun Depan, Bakal Serap 13,15 Juta Kilo Liter CPO
Pemerintah akan mengimplementasikan program B35 mulai tahun depan untuk membantu menyerap produksi kelapa sawit dalam negeri. Implementasi B35 tersebut diprediksi akan mempertahankan harga crude palm oil atau CPO di kisaran US$ 970 per metrik ton.
"Jadi, bahwa program biodiesel itu sangat penting untuk menjaga harga sawit, karena serapannya yang begitu tinggi. Serapan tersebut kurang lebih akan mencapai 13,15 juta kiloliter, itu akan memperoleh dampak untuk menjaga sawit," ujar Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Eddy Abdurrachman, dalam acara Konferensi Pers Kinerja Ekspor Sawit 2022 BPDPKS di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (22/12).
Mengutip dari investing.com, harga CPO di pasar Rotterdam mencapai US$ 995 per metrik ton pada Selasa (20/12). Harga tersebut turun dibandingkan November yang sempat mencapai 1.180 per metrik ton.
Pemerintah juga saat ini telah mencabut kebijakan larangan pungutan ekspor 16 November 2022. "Sehingga kita proyeksi pada 2023 ekspor sawit normal di kisaran 36 sampai 38 juta metrik ton," ujarnya.
Volume ekspor minyak sawit mentah atau CPO Indonesia tercatat turun sepanjang tahun ini. Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia susut 20,8% menjadi 14,65 juta ton sepanjang periode Januari-Agustus 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi ini didorong oleh perlambatan perekonomian dunia sehingga permintaan minyak sawit global turun. Selain itu, penurunan ekspor minyak sawit Indonesia juga disebabkan datangnya musim panen minyak nabati di wilayah lain.
Sementara nilainya ekspornya masih mencatat pertumbuhan 3,99% menjadi US$,19,37 miliar atau setara Rp290 triliun (dengan kurs Rp15.000 per dolar Amerika Serikat/AS) sepanjang periode Januari-Agustus 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$18,62 miliar.
Dana sawit
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS memprediksikan penerimaan pungutan ekspor sawit 2023 sekitar Rp 30 triliun. Penerimaan tersebut akan lebih kecil dari jumlah yang perlu dikeluarkan atau defisit.
"Pada tahun depan, proyeksi penerimaan pungutan ekspor sawit itu kurang lebih sebesar Rp 30 triliun" ujar Eddy.
Eddy mengatakan, penerimaan pungutan ekspor tersebut terbilang cukup besar. Namun demikian, pengeluaran BPDPKS di 2023 juga ditaksir akan menguras biaya yang cukup banyak.
Pasalnya, dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan di industri sawit. Oleh sebab itu, Eddy mengatakan, kemungkinan dana sawit akan mengalami defisit jika hanya mengandalkan keuntungan ekspor.
"Pengeluarannya relatif cukup banyak, meskipun sudah dibantu dengan adanya biodiesel, jadi kemungkinan di 2023 akan defisit. Kalau seandainya kita hanya mengandalkan dari pungutan ekspor dengan pengeluaran untuk membiayai program-program," tegasnya.
Namun demikian, Eddy memprediksi defisit BPDPKS tidak akan mempengaruhi pertumbuhan industri. Defisit tersebut bisa ditopang oleh penerimaan yang ada di tahun 2022. Sebab, BPDPKS mempunyai penerimaan dari saldo kas kurang lebih sekitar Rp 20 triliun pada 2022.
"Tapi defisit itu masih bisa ditutupi, karena kita di tahun 2022 juga mempunyai penerimaan dari saldo kas kita, kurang lebih balance sekitar Rp 20 triliunan," ujarnya.
Oleh sebab itu, Eddy menuturkan bahwa kondisi keuangan BPDPKS diyakini masih bisa mendapatkan surplus "Kondisi keuangan kita di 2023 masih terbilang oke, walaupun kita dibebani untuk menjalankan program B35. Namun, semua itu tetap bisa untuk kita danai," ujar Eddy.
Adapun penyerapan Crude Palm Oil atau CPO juga akan terus didukung oleh biodiesel. BPDPKS mencatat, penyerapan hanya 10,67 juta kiloliter atau KL pada 2022.
Dengan diberlakukannya program B35, kira-kira volume yang akan diserap sebagai bahan baku biodiesel sebesar 13,5 juta KL.