Apindo Gugat Aturan Upah Minimum 2023 ke Mahkamah Agung

Nadya Zahira
22 Desember 2022, 20:05
Sejumlah buruh dari berbagai serikat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (19/11/2021). Massa aksi menuntut Pemerintah untuk menaikan upah mininum sebesar 10 persen pada tahun 2022 dan segera mencabut Surat
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah buruh dari berbagai serikat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (19/11/2021). Massa aksi menuntut Pemerintah untuk menaikan upah mininum sebesar 10 persen pada tahun 2022 dan segera mencabut Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan tentang penetapan upah minimum tahun 2022.

Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo telah memasukkan gugatan  terkait aturan formula kenaikan upah yang tertuang dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023. Uji materi gugatan tersebut telah masuk ke Mahkamah Agung atau MA.

“Jadi sebenarnya kita prinsipnya hanya mengikuti sesuai aturan hukum saja. Uji materi sudah masuk,” ujar Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, saat ditemui awak media, di Hotel Grand Hyatt, Selasa (20/12).

Menurut Shinta, permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023 tersebut sebaiknya tidak diterapkan. Dia mengatakan, aturan tersebut berisiko meningkatkan pemutusan hubungan kerja atau PHK tahun depan.

Dalam aturan tersebut disebutkan jika kenaikan upah minimum tidak boleh dari 10%. Beberapa contoh kenaikan upah minimum misalnya DKI Jakarta 5,6% dan Jawa Tengah naik 8,01%. 

Dia mengatakan, kebijakan tersebut akan menambah beban bagi pelaku usaha di industri padat karya. Pasar ekspor yang sedang menurun signifikan saat ini, membuat mereka tidak mampu membayar pegawainya sesuai dengan Permenaker Nomor 18 yang telah ditetapkan.

“Pelaku usaha industri padat karya bilang sudah jatuh dikenai tangga pula. Jadi sudah sulit tambah sulit,” ujarnya.  

Selain itu, Shinta mengatakan bahwa semua pihak harus memperhatikan industri padat karya. Dia mengatakan bahwa tiga industri padat karya dipastikan akan melakukan PHK massal tahun depan. Industri tersebut adalah tekstil dan produk tekstil, furniture, dan alas kaki.

"Pasti akan lakukan PHK pada tahun depan, bukannya akan lagi," ujar Shinta.

Berdasarkan catatan Apindo, industri padat karya seperti Tekstil dan Produk Tekstil atau TPT dan Alas Kaki dihadapkan pada penurunan permintaan pasar global sejak awal semester II-2022. Permintaan tersebut khususnya yang berasal dari negara-negara maju. 

"Di industri TPT dan alas kaki terjadi penurunan order hingga 30-50% untuk pengiriman akhir 2022 sampai kuartal I-2023," ujarnya.

 Sementara itu, buruh meminta pengusaha tidak menakut-nakuti mereka dengan isu pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun depan. Dunia usaha juga diminta mencari solusi dari potensi suramnya ekonomi tahun depan dan dampaknya pada nasib buruh.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan PHK memang ada, namun tidak heboh seperti yang kerap dikatakan pengusaha. 

"Ini seolah-olah kami ditekan, ditakut-takuti, itu nanti mereka (pengusaha) yang rugi sendiri," kata Mirah kepada Katadata.co.id, Kamis (22/12).

Mirah menjelaskan, PHK yang terjadi karena sisa dampak menurunnya permintaan dari pandemi tahun 2020. Selain itu ada penurunan karena perang Ukraina dan Rusia yang berdampak pada kondisi ekonomi global.

Mirah mengatakan kondisi seperti ini pernah terjadi di masa lalu, namun akan pulih seiring membaiknya ekonomi. "Penurunan pemesanan itu pernah terjadi, terutama kalau untuk brand (tekstil)," katanya.

Makanya ia meminta produksi ekspor dapat dialihkan ke dalam negeri saat pasar global sedang lesu. "Jadi, enggak fair kalau disandingkan dengan negara-negara di Eropa dan disangkutkan dengan krisis global," kata Mirah.


Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...