Smelter Nikel Morowali Meledak, Bagaimana Pengawasan Pemerintah?
Pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry atau GNI di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, meledak dan terbakar pada Kamis (22/12). Kebakaran tersebut menewaskan dua karyawati operator alat berat.
Smelter ini baru diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2021. Dengan demikian, smelter ini baru setahun beroperasi dan telah terjadi insiden.
Katadata.co.id berupaya menghubungi dua kementerian untuk menanyakan mengenai pengawasan smelter tersebut, yaitu Kementerian Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM dan Kementerian Perindustrian atau Kemenperin.
Kementerian ESDM menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan atas pengawasan smelter milik PT GNI tersebut. Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara, Sunindyo Suryo Herdadi, menjelaskan bahwa kewenangan pengawasan operasional smelter PT GNI merupakan ranah Kemenperin.
Hal itu sejalan dengan regulasi Izin Usaha Industri atau IUI yang berada di bawah Kemenperin. "IUI di bawah pengawasan Kemenperin,” kata Nindyo lewat pesan singkat pada Kamis (29/12).
Dia mengatakan, sejatinya Kementerian ESDM memang memiliki kewenangan pada pengawasan dan operasional di pabrik pengolahan atau smelter yang terintegrasi dengan tambang lewat regulasi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan atau Pemurnian.
Namun demikian, aturan tersebut sudah tidak berlaku sejak adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Minerba.
“Jika smelter atau pabrik yang izinnya terintegrasi dengan tambangnya itu kewenangan Kementerian ESDM. Istilahnya Izin usaha pertambangan operasi produksi khusus pengolahan dan atau Pemurnian. Itu sudah tidak ada lagi di UU Nomor 3 tahun 2020," ujar Nindyo.
Namun demikian, Kementerian Perindustrian juga belum memberikan jawaban yang jelas mengenai pengawasan operasional smelter tersebut. Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, pihaknya masih mengkaji dan mendalami penyebab insiden tersebut.
“Saya belum update ya soal kebakaran smelter itu, itu bagaimana kondisinya? Saya belum bisa komen, saya belum bisa update. Harus saya perdalami lagi,” ujarnya kepada Katadata.co.id saat ditemui di di Kantor Kementerian Industri, pada Jumat (30/12).
Katadata.co.id juga sudah menghubungi Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Taufiek Bawazier mengenai insiden tersebut. Namun dia belum memberikan jawaban.
Smelter Meledak dan Terbakar
Dari tayangan video yang beredar di media sosial, diperlihatkan awal mula kemunculan api berasal dari salah satu tungku smelter yang meledak. Letupan tersebut menimbulkan kepulan asap yang disusul oleh kobaran api.
Api dari kebakaran hebat itu kemudian menjalar ke alat berat yang berfungsi untuk mengangkut tungku smelter sehingga menimbulkan korban jiwa.
Smelter nikel milik PT GNI itu merupakan salah satu smelter yang digunakan untuk implementasi program hilirisasi nikel di dalam negeri dengan nilai investasi mencapai sekitar Rp 42,9 triliun.
Smelter ini diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Desember 2021 dengan kapasitas produksi 1,8 juta ton Feronikel per tahun dari hasil input bijih nikel sebesar 21,6 juta ton per tahun.
Smelter milik PT GNI ini dimiliki oleh perusahaan baja asal China, yakni Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd yang juga melakukan operasi pertambangan di Kawasan Ekonomi Industri Xiangshui, Kota Yancheng, Provinsi Jiangsu.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini Indonesia sudah memiliki 21 smelter yang terdiri dari 15 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 2 smelter tembaga, 1 smelter mineral besi, dan 1 smelter mineral mangan.