Pengusaha Ungkap Faktor Produksi Penyebab Ekspor Sawit 2022 Melorot
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapkindo melaporkan bahwa ekspor sawit 2022 menurun yakni hanya sebesar 30,803 juta ton. Jumlah ini lebih rendah dari capaian pada 2021 sebesar 33,674 juta ton. Dari sisi volume, jumlah ekspor sawit menunjukkan penurunan dalam empat tahun berturut-turut.
Di sisi lain, nilai ekspor CPO, dan produk olahan serta turunannya pada 2022 mengalami kenaikan menjadi US$ 39,28 miliar. Nilai ini naik dari US$ 35,5 miliar pada 2021 yang didorong oleh kenaikan harga sawit sepanjang 2022.
Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono, mengatakan adanya penurunan ekspor kelapa sawit tergantung terhadap produksi. Salah satu penyebabnya adalah penurunan jumlah produksi sawit di dalam negeri.
"Ya kalau ekspor kelapa sawit tergantung produksi, kalau produksinya tidak naik, maka ekspornya tidak naik. Apalagi kebutuhan domestiknya naik, ya berarti ekspornya akan berkurang," ujar Joko saat ditemui awak media, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (25/1).
Joko menuturkan, semua perusahaan kelapa sawit sudah melakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas untuk memperbaiki pertumbuhan ekspor kelapa sawit di Indonesia. Upaya yang ditempuh oleh perusahaan tersebut salah satunya dengan melakukan replanting atau penanaman ulang.
"Jadi kalau mau ekspor sawit bisa meningkat signifikan harusnya melakukan replanting. betul-betul diganti bibit yang jauh lebih tinggi,” ujar Joko.
Di sisi lain Joko mengatakan bahwa upaya replanting tidaklah mudah. Butuh waktu dan perencanaan yang matang dari para pengusaha untuk melakukan replanting. Karena itu, dia berharap agar setiap pengusaha kelapa sawit mempunyai inisiatif yang tinggi untuk pertahankan kinerja masing-masing, dan mempercepat realisasikan replanting agar pertumbuhan kelapa sawit bisa meningkat, sehingga ekspor pun menjadi naik.
Secara keseluruhan, penurunan ekspor 2022 juga terjadi untuk tujuan Uni Eropa yang menurun hingga 23% dibanding tahun sebelumnya. Nilai ekspor minyak sawit mentah tersebut diperkirakan akan semakin turun tahun ini akibat kebijakan Uni Eropa yang melarang impor CPO hasil deforestasi hutan.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki, Fadhil Hasan mengatakan bahwa ekspor sawit ke Uni Eropa menurun karena berbagai hambatan. Salah satunya adalah adanya Red II dan tuduhan subsidi dari Indonesia.
"Dengan adanya deforestation regulation diperkirakan ekspor akan semakin menurun karena aturan tersebut berlaku umum bukan hanya terkait biofuel. Tapi juga untuk pangan dan industri," ujar Fadhil beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, volume ekspor negara-negara Uni Eropa mencapai 2,05 juta ton. Volume ekspor tersebut turun 23% dibandingkan 2021 yang mencapai 2,66 juta ton
Sedangkan, untuk harga minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Pasar Spot Rotterdam tetap bertahan dalam sembilan hari terakhir di angka US$ 1.022,5 per Metrik Ton pada perdagangan Minggu, 15 Januari 2023. Harga CPO sempat menyentuh level tertingginya US$ 1.065 per Metrik Ton yang terjadi pada Senin, 02 Januari 2023.