Pengusaha Keluhkan Sistem Neraca Komoditas yang Mempersulit Impor
Kalangan pengusaha importir mengeluhkan Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK. Pasalnya sistem berbasis teknologi informasi ini justru menyulitkan pengusaha dalam melakukan impor.
Padahal neraca komoditas disebut akan menyederhanakan perizinan ekspor-impor serta menjadi dasar penerbitan persetujuan ekspor dan persetujuan impor, serta memberikan kepastian hukum dalam perizinan berusaha.
Ketua Umum BPP Gabungan importir Nasional Seluruh Indonesia atau GINSI Capt. Subandi mengatakan, permasalahan ini sangat disayangkan karena berdampak pada terhambatnya rantai pasok ke industri manufaktur, barang konsumsi dan lainnya.
“Ribuan Pelaku usaha saat ini sangat bergantung pada regulasi pemerintah. Potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK dan gangguan rantai pasok ke industri sulit dicegah jika pemerintah tidak merevisi kebijakannya. Masalah ini harus segera diatasi,” ujarnya kepada Katadata.co.id, pada Jumat (27/1).
Oleh sebab itu, Subandi berharap dan memohon agar pemerintah mendengar jeritan dan kesulitan para pelaku usaha importasi yang terdampak akibat kebijakan tersebut.
Pasalnya, para importir saat ini dihantui dengan ketidakpastian, dan sering mengalami kerugian jika barang impor yang dipesan tidak dapat masuk ke Indonesia atau sudah masuk namun tidak dapat keluar dari pelabuhan lantaran perizinan impornya tidak direspons di Sinas-NK.
Wakil Ketua Bidang Logistik Kepelabuhanan, dan Kepabeanan BPP Ginsi Erwin Taufan mengatakan banyak importir yang mengeluhkan permasalahan sinas-NK. Seperti untuk impor untuk komoditi sparepart, otomotif, ban, baja, dan elektronik sejak Desember 2022 hingga saat ini tidak bisa diproses saat diajukan melalui sinas-NK.
“Sekarang anggota saya pada teriak semua, jadi yang (importir) ban API-U (angka pengenal importir umum) tidak bisa masuk barangnya, baja dan turunannya juga tidak bisa karena terkait PP 28 (tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian) bahwa API-U tidak dibolehkan untuk impor,“ kata Erwin.
Menurut dia permasalahan itu seharusnya bisa diselesaikan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, agar sistem tersebut bisa berjalan dengan baik. “Menko kalau sudah tahu ada PP 28, permenperin itu ya harusnya dibahas dan diatasi,” ujarnya.
Menurut sumber Katadata.co.id, ada 21 komoditas yang belum tersedia neraca komoditas-nya. Seperti alas kaki, dimana ada 144 pengajuan RK namun belum ada satupun yang diproses. Namun yang terbanyak adalah komoditas besi baja, baja paduan dan produk turunannya di mana ada 3.067 pengajuan RK yang belum diproses.
Erwin berharap, Kemenko bisa segera mengambil keputusan yang bijak agar tidak mengganggu putaran perekonomian di Indonesia tidak terganggu. Pasalnya, para produsen tidak bisa memproduksi sesuai dengan apa yang telah direncanakan akibat adanya permasalahan sistem-NKN tersebut.
“Nah kalau mereka tidak bisa memproduksi terus karyawan digaji gimana? karyawan mesti bayar utang pinjaman motor, rumah, terus dan yang lain-lain. Efek dominonya itu sangat luas ke luar-luar. Pendapatan negara jadi turun juga karena permasalahan ini, maka kami semua sudah protes,” ujarnya.
Dia menilai, dengan adanya kebijakan sistem-NK tersebut justru malah memperkeruh dan memberikan dampak yang negatif kepada pelaku usaha. Bahkan, jika permasalahan ini tidak segera ditangani akan terjadi PHK sementara terhadap para karyawannya. Bahkan, ironisnya saat ini beberapa industri sudah melakukan pengurangan karyawan.
“Sudah ada yang mengurangi, merumahkan sementara, ya kan dia terdampak para industri, misalnya pajak, nah itu terutama baja lah. kalau ban itu kan rata-rata kalau di apu kan paling cuma beberapa tapi dia bisa bertahan lah. Cuma kalau terus terusan begini kan gak lucu,” tandanya.