Penetapan HET Dituding Jadi Biang Kerok Minyakita Langka
Harga Eceran Tertinggi atau HET minyak goreng subsidi dituding sebagai penyebab Minyakita langka. Pasalnya HET tersebut tidak sesuai dengan biaya produksi minyak goreng subsidi saat ini.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Vid Adrison, mengatakan harga produksi Minyakita saat ini di atas HET. Oleh sebab itu, banyak produsen yang enggan memproduksi Minyakita. Padahal Minyakita merupakan bagian dari aturan domestic market obligation yang menjadi syarat ketentuan ekspor.
“Pemerintah minta pedagang menjual dengan harga Rp 14.000 (HET), sementara harga produksinya sebenarnya di atas itu, jadi rugi kan,” ujar Vid saat ditemui rekan media, di Kantor KPPU, pada Senin (6/2).
Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada pemerintah sebaiknya memberikan bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang tidak mampu. Dengan demikian, subsidi pun akan lebih tepat sasaran.
Mendag Ancam Sanksi
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengancam akan berikan sanksi bagi produsen atau distributor yang menjual Minyakita di atas ketentuan. Zulkifli mengatakan, Minyakita merupakan minyak goreng subsidi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 3 tahun 2022.
Berdasarkan aturan tersebut, Harga Eceran Tertinggi Minyakita sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per liter. Oleh sebab itu, penjualan Minyakita tidak boleh berada di atas HET. Zulhas mengatakan, Kemendag akan memberikan sanksi pada produsen dan distributor yang menjual Minyakita di atas ketentuan. Sanksi tersebut berupa denda maupun penalti.
“Minyakita nantinya harganya tetap nggak boleh naik kalau naik didenda, dikenakan penalti karena ada aturan Menteri Perdagangan bahwa harga eceran tertinggi itu nggak boleh sengaja naik, jadi kalau jual lebih bakal kena pinalti,” tegasnya.
Menurut laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), sepanjang 2022 konsumsi minyak sawit dalam negeri mencapai 20,9 juta ton. Volume konsumsi tersebut naik sekitar 13% dibanding 2021 (year-on-year/yoy) sekaligus menjadi rekor tertinggi sejak 2018.
Peningkatan konsumsi paling signifikan adalah untuk biodiesel, yakni bahan bakar cair dari unsur organik yang memiliki emisi karbon hasil pembakaran lebih rendah ketimbang bahan bakar minyak (BBM) fosil.