Bahlil Bantah Kabar LG Hengkang dari Proyek Baterai Listrik Indonesia
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, membantah kabar LG Energy Solution hengkang dari proyek pengembangan baterai listrik dengan PT Indonesia Battery Corporation atau IBC. Hal itu menanggapi kabar yang menyebutkan LG menarik diri dari rencana penghiliran prekursor, katoda, sel baterai hingga daur ulang baterai.
“Saya sudah cek ke Direktur Utamanya, dia tidak bilang akan keluar dari kerja sama tersebut," ujar Bahlil dalam konferensi pers, di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Kamis (16/2).
Dia mengatakan, baru rapat bersama LG Energy Solution di kantor Kementerian Investasi empat hari lalu. Proses kerja sama proyek pengembangan baterai listrik tersebut tidak ada perubahan.
Bahlil mengatakan , proyek tersebut masih terus berjalan. Namun demikian, ada perubahan pada jumlah anggota konsorsium.
“Mereka hanya melaporkan bahwa ada perubahan konsorsium yang sebelumnya 4, menjadi 5. Saya pikir itu hanya aksi korporasi biasa,” ujarnya.
Investasi Rp 122 Triliun
Bahlil menyayangkan adanya kabar pembatalan investasi tersebut. Kabar tidak benar tersebut membuat investor yang ingin investasi ke Indonesia menjadi ragu.
“Jadi saya sampaikan bahwa itu hanya salah persepsi dan LG tetap jalan terus. Ini investasinya sudah berjalan gimana bisa batal? 10 giga sudah dibangun di Karawang, dan masa konstruksinya selesai 2023 ini,” ujarnya.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa nilai investasi yang dikeluarkan oleh LG sudah sebesar US$ 8 miliar atau sekitar Rp 122,79 triliun. Sehingga menurutnya tidak mungkin bahwa kerja sama proyek tersebut dibatalkan.
Sementara itu, PT Indonesia Battery Corporation atau IBC juga menegaskan konsorsium LG Energy Solution (LGES) tetap berkomitmen untuk bergabung ke dalam proyek patungan pabrik baterai listrik yang ditargetkan berjalan paling lambat pada 2026.
Pernyataan itu sekaligus menanggapi adanya kabar bahwa kerja sama IBC dan LGES yang mandek. LGES disebut malah mendorong mitra konsorsium mereka, Huayou, untuk melanjutkan melanjutkan investasi pada usaha patungan bersama IBC hingga tahap smelter nikel.
Direktur Utama PT IBC, Toto Nugroho, mengatakan bahwa pihaknya telah bertemu kembali dengan LGES pada 7 Februari lalu. Dalam pertemuan itu, pabrikan teknologi asal Korea Selatan itu memastikan komitmen perusahaan untuk aktif pada rencana kerja sama pengembangan baterai listrik yang diberi nama Proyek Titan tersebut.
"Mereka sudah datang lagi untuk memberikan komitmen mengenai anggota konsorsiumnya," kata Toto saat rapat panitia kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik dengan Komisi VI DPR pada Rabu (15/2).
Toto menyampaikan, LGES juga berkomitmen untuk memulai produksi baterai listrik pada 2025 atau paling lambat pada 2026. Proyek tersebut ditaksir bernilai US$ 8 miliar atau sekira Rp122,79 triliun.
"Dan ditargetkan mereka akan produksi nanti di 2025 atau 2026 untuk yang end to end," ujar Toto.
Dalam Proyek Titan, suplai bijih Nikel akan seluruhnya dipasok oleh PT Aneka Tambang (Antam) sebanyak 16 juta ton per tahun. Bijih nikel tersebut akan diolah dengan teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) dan teknologi Teknologi High Pressure Acid Leaching atau HPAL.
Sementara itu, data Bloomberg NEF menunjukkan harga baterai listrik sudah turun 80% dari 2013 hingga 2020. Pada 2010, harga baterai listrik dapat mencapai US$668 per kilowatt hour (kWh). Pada 2020, harga baterai menjadi sebesar US$137 per kWh.