Pedagang Minta Aturan Pembatasan Penjualan MinyaKita Dicabut
Pemerintah dinilai belum siap menggelontorkan minyak goreng subsidi atau MinyaKita ke pasar tradisional. Hal ini lantaran Kementerian Perdagangan membatasi penjualannya oleh pengecer.
Dalam Surat Edaran Kementerian Perdagangan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat, penjualan dibatasi maksimal 10 kg per orang per hari untuk minyak goreng curah dan 2 liter per orang per hari untuk MinyaKita.
"Dari sini sebenarnya kita bisa menyimpulkan bahwa pemerintah belum siap menggelontorkan MinyaKita di pasar tradisional," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia atau Ikappi Reynaldi Sarijowan, melalui keterangan resmi, Kamis (16/2).
Namun demikian, Reynaldi mengungkapkan pihaknya cukup lega karena pembelian minyak curah atau MinyaKita tidak perlu menggunakan Kartu Tanda Penduduk atau KTP, seperti sebelumnya yang telah diwacanakan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
"Beberapa saat yang lalu, wacana yang dihembuskan oleh Kementerian Perdagangan tentang penggunaan KTP dalam pembelian minyak goreng kami langsung tantang secara masif dan akhirnya dibatalkan," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan bahwa Ikappi juga akan mendorong SE tersebut agar tidak mengatur batasan pembelian minyak goreng, tetapi justru mengatur mekanisme penyaluran MinyaKita dan minyak goreng curah.
"Karena dalam permendag sebelumnya minyak goreng curah atau MinyaKita statusnya sama, harganya sama, sehingga kami khawatir produsen lebih banyak menggelontorkan minyak goreng curah dibandingkan MinyaKita," kata dia.
Sementera itu, Reynaldi menilai bahwa sistem bundling yang ada pada beberapa bulan terakhir ini membuktikan bahwa MinyaKita tidak diharapkan oleh produsen. Sebab produsen beranggapan MinyaKita yang harganya hanya Rp 14.000 per liter akan menggerus produk unggulan mereka minyak premium.
“Kami berharap agar ada diskusi pembahasan yang lebih intensif soal solusi agar produsen juga tetap memproduksi minyak kita dan masyarakat juga tidak kesulitan mendapatkan MinyaKita,” ujarnya.
Seperti diketahui, Minyakita tengah langka di pasaran dan dijual diatas Harga Eceran Tertinggi atau HET. Akibat kelangkaan tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU merasa janggal dan pada akhirnya menemukan praktik tying di sejumlah wilayah.
Tying merupakan upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama. KPPU menemukan pelaku usaha minyak melakukan praktek ini, dengan mewajibkan konsumen membeli produk lain saat membeli MinyaKita.
"Temuan lain yang sangat kami sayangkan, teman-teman kami menemukan bahwa ada beberapa distributor yang mempaketkan atau mengeluarkan kebijakan bahwa kalau misalnya ada pembeli ingin membeli minyak goreng MinyaKita itu, harus membeli produk lain," ujar Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala Senin (30/1).
Mulyawan mengatakan, tindakan tersebut telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 15 ayat 2 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Sehingga hal ini termasuk praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat," ujarnya.