Keputusan Impor Beras 2 Juta Ton di Tengah Panen Raya Rugikan Petani
Keputusan pemerintah kembali impor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun ini dinilai merugikan petani yang sedang panen raya. Pengumuman impor beras tersebut memberikan sinyal negatif karena petani sedang menikmat harga gabah yang sangat bagus saat ini.
Guru Besar Universitas Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, menilai keputusan impor beras tersebut tidak tepat. Kebijakan tersebut dapat menurunkan pendapatan petani yang sebelumnya sudah tertekan.
"Itu keputusan yang tidak tepat, karena sedang panen raya sehingga memberikan sinyal negatif untuk sedulur tani. Karena sekarang ini sedulur tani sedang menikmati harga gabah yang sangat bagus," ujar Dwi Andreas kepada Katadata.co.id pada Selasa (28/3).
Dia mengatakan, petani telah mengalami kerugian tiga tahun berturut-turut setelah pemerintah memutuskan impor beras 1,8 juta ton pada 2018. Hal itu tercermin dari Nilai Tukar Petani yang berada di bawah 100 hingga 2022.
"Karena apa? Harga gabah dan beras di tingkat usaha tani tertekan ke bawah," ujarnya.
Alasan Bansos Tidak Logis
Dwi Andreas menuturkan, dirinya menyangsikan alasan pemerintah kembali impor beras tersebut untuk bantuan sosial atau bansos pada Maret-Mei tahun ini. Pasalnya, proses impor beras cukup memakan waktu lama. Berkaca dari impor beras pada Desember 2022 lalu, realisasinya baru terjadi pada Februari 2023.
“Gimana kalau bansos bulan ini, tapi barang impornya baru masuk sekitar 2 atau 3 bulan lagi. Jadi tidak logis," kata dia.
Dwi Andreas mengatakan, keputusan pemerintah untuk kembali impor beras seharusnya dilakukan pada Agustus mendatang. Saat itu, Badan Pusat Statistik atau BPS sudah mengeluarkan data prognosis yang resmi untuk produksi beras 2023.
"Sehingga bisa diketahui pada tahun ini surplus atau minus, kalau impornya sekarang sangat tidak tepat," ujarnya.
Pemerintah Impor 2 Juta Ton
Sebelumnya, Perum Bulog mendapat penugasan dari Badan Pangan Nasional untuk impor beras 2 juta ton sampai akhir Desember 2023. Hal itu untuk memenuhi cadangan beras pemerintah.
Informasi tersebut termuat dalam Surat Penugasan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi kepada Perum Bulog yang dirilis pada 24 Maret 2023. Putusan tersebut merupakan hasil rapat dengan Presiden Joko Widodo.
"Kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah dari luar negeri, yaitu sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023. Pengadaan 500 juta ton pertama dilaksanakan secepatnya," tulis Arief dalam suratnya, dikutip Senin (27/3).
Menurut laporan BPS, volume produksi beras Indonesia mencapai 31,54 juta ton pada 2022. Jumlah ini naik 0,59% dibanding produksi tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Sepanjang 2022 produksi beras paling besar tercatat pada bulan Maret, yakni 5,49 juta ton. Sedangkan produksi beras paling rendah pada Desember yang hanya 1,11 juta ton.
Dalam lima tahun terakhir produksi beras nasional tercatat fluktuatif, meskipun pergerakannya tidak drastis. Produksi paling tinggi tercatat pada 2018 yang mencapai 33,94 juta ton, sedangkan terendah pada 2019 yakni 31,31 juta ton.