Pemerintah Tolak Impor KRL Bekas, Okupansi Dinilai Masih Rendah
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tidak merekomendasikan opsi impor KRL atau kereta rel listrik bekas sebagaimana permintaan PT KCI. Keputusan sementara itu mengacu pada hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/4).
Empat hal yang jadi pertimbangan utama dalam review tersebut, yaitu:
1. . Tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri. Dalam peraturan tersebut, ditetapkan bahwa persyaratan umum pengadaan sarana kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri termasuk KRL ini harus memenuhi spesifikasi teknis yang salah satunya adalah mengutamakan produk dalam negeri.
2. Tidak mendukung Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Kementerian Perdagangan juga sudah memberikan tanggapan terkait dengan permohonan dispensasi impor KRL dalam keadaan tidak baru yang menyatakan bahwa permohonan dispensasi ini tidak dapat dipertimbangkan karena fokus pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor,” imbuhnya.
Seto menjelaskan dalam PP dan Permendag tersebut, disebutkan bahwa barang modal bukan baru yang dapat diimpor adalah barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali atau barang/peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam, serta barang bukan baru untuk keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi tadi sudah disebutkan itu (impor) bisa dilakukan kalau belum bisa diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.
3. Okupansi dinilai masih rendah
Seto menyampaikan bahwa jumlah KRL yang beroperasi saat ini 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang aktiva tetap diberhentikan dari operasi dan 36 unit yang dikonversi sementara.
“Overload (kelebihan kapasitas) ini memang terjadi pada jam-jam peak hour (puncak). Namun secara keseluruhan untuk okupansi tahun 2023 adalah 62,75 persen. Pada 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen. Ini data dari BPKP,” katanya.
Berdasarkan laporan reviu BPKP itu juga disebutkan bahwa pada tahun 2019 jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang, jumlah armada yang ada adalah 1.114 unit.
“Jadi di 2023 armadanya lebih banyak, tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit,” tuturnya.
4. Estimasi biaya impor tidak diyakini
Seto juga mengungkapkan temuan soal estimasi biaya impor KRL bekas. Ia menyebut biaya yang bisa diestimasikan dengan reliable oleh BPKP adalah biaya pengadaan dari Japan Railway.
Ia juga menyebut kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia, yang diajukan PT KCI tidak dapat diyakini karena perhitungannya tidak berdasarkan survei harga, melainkan hanya berdasarkan biaya impor KRL bukan baru pada tahun 2018 ditambah 15 persen.
“Hasil klarifikasi dengan Pelindo, kontainer yang tersedia hanya 20 feet dan 40 feet, sehingga pengangkutan dan pengiriman kereta harus menggunakan kapal kargo sendiri. Ini tentu saja bisa menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasikan dengan akurat,” tutur Seto.
29 Kereta Bakal Pensiun
Sebelumnya, VP Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba, mengatakan sedikitnya 29 kereta rel listrik atau KRL Jabodetabek bakal 'pensiun'. Rinciannya, 10 kereta pada 2023 dan 19 kereta pada 2024.
Untuk menambal pergantian kereta yang sudah masuk masa tua, KCI harus melakukan pengadaan. Ada dua jenis investasi pengadaan, di antaranya membeli rangkaian kereta baru buatan dalam negeri dan juga pengajuan rencana impor KRL bekas dari Jepang.
VP Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba, mengatakan 16 rangkaian KRL sudah dipesan dari PT Industri Kereta Api (INKA). Ini sesuai dengan rencana jangka panjang perusahaan untuk mengantisipasi peningkatan kapasitas angkut ke depan.
Sayangnya, rangkaian kereta baru tersebut tersedia pada 2025-2026. "Karena membuat kereta baru itu kan membutuhkan waktu yang cukup lama," ujarnya saat ditemui Katadata.co.id di Stasiun Juanda, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Sementara investasi kedua adalah mengajukan rencana impor KRL bekas dari Jepang sebanyak 10 unit pada 2023.
Anne mengatakan, biaya pengandaan KRL baru dan impor KRL bekas tersebut berbeda. Sebanyak 16 KRL baru butuh dana Rp16 triliun. Sementara impor 10 KRL bekas dianggarkan Rp150 miliar.
"Tetapi yang perlu digarisbawahi, ini tidak bisa apple to apple. Karena kalau kereta bekas itu sudah digunakan 20-30 tahun," ujar Anne.
Perbedaan kedua jenis produk itu adalah KRL bekas masih bisa digunakan sekitar 15 tahun lagi. Sementara KRL baru bisa digunakan puluhan tahun.