Bedak Bayinya Picu Kanker, Johnson & Johnson Setuju Bayar Rp 133 T
Johnson & Johnson setuju untuk membayar ganti rugi US$ 8,9 miliar atau sekitar Rp 133 triliun untuk menyelesaikan puluhan ribu tuntutan hukum yang menyatakan bahwa bedak bayi dan produk lainnya dari merek tersebut menyebabkan kanker. Jumlah itu lebih besar dari tawaran awal Johnson & Johnson atau J&J sebesar US$ 2 miliar atau US$ 30 triliun.
Namun demikian, J&J bersikukuh bahwa produk bedaknya aman dan tidak menyebabkan kanker. Perusahaan menyatakan bahwa ganti rugi tersebut dilakukan untuk memuluskan langkah perusahaan dalam mengajukan permohonan pailit untuk kedua kalinya.
Permohonan ini merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya sempat ditolak oleh pengadilan Amerika Serikat. Pegajuan pailit dilakukan oleh anak perusahaan J&J, LTL Management.
"Pengajuan pailit bertujuan untuk menyajikan rencana reorganisasi yang berisi penyelesaian yang diusulkan kepada hakim paling cepat 14 Mei," kata anak perusahaan itu dalam pengajuan pengadilan seperti dikutip dari Guardian, Senin (10/4).
J&J mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sekitar 60.000 penggugat bedak bayi telah menyetujui proposal tersebut. Anak perusahaan mengatakan dalam pengajuan pengadilan bahwa J&J telah membuat pengaturan pembiayaan baru dengan anak perusahaannya untuk menghindari pelanggaran keputusan banding.
Namun demikian, J&J bersikukuh bahwa produk bedaknya aman dan tidak menyebabkan kanker. Pembayaran ganti rugi tersebut dilakukan untuk mempermudah perusahaan dalam mengajukan permohonan pailit.
Mengandung Zat Pemicu Kanker
Investigasi Reuters Desember 2018 mengungkapkan bahwa Johnson & Johnson sebenarnya telah mengetahui selama beberapa dekade mengenai tes yang menunjukkan bedaknya terkadang mengandung asbes karsinogenik. Namun demikian, perusahaan merahasiakan informasi tersebut dari regulator dan publik.
J&J mengatakan bedak bayi dan produk bedak lainnya aman, tidak menyebabkan kanker dan tidak mengandung asbes. Namun demikian pada 2020, perusahaan mengumumkan akan menghentikan penjualan bedak bayi di AS dan Kanada karena apa yang disebutnya "misinformasi" tentang produk tersebut.
Perusahaan juga mengumumkan niatnya untuk menghentikan penjualan produk bedak bayi di seluruh dunia pada 2023.
Berdasarkan Company Market Cap, Johnson & Johnson merupakan perusahaan farmasi dengan nilai pasar terbesar. Per 21 Oktober 2022, kapitalisasi pasar perusahaan ini mencapai US$434.10 milyar.
Johnson & Johnson mempertahankan posisi itu sejak tahun lalu. Nilai pasarnya sebesar US$ 419,10 miliar pada November 2021
Di urutan kedua ada Eli Lilly yang juga merupakan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat. Eli Lilly tercatat memiliki Nilai pasar mencapai US$312.88 miliar.
Berikutnya perusahaan farmasi asal Swiss, Roche, menempati peringkat ketiga dengan nilai pasar US$264.35 miliar. Diikuti AbbVie, Pfizer, dan Merck.