13 Potensi Bahaya Ekspor Pasir Laut, Termasuk Tekan Pendapatan Nelayan
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI meminta Presiden Joko Widodo membatalkan PP Nomor 26/2023 tentang Pengelolaan hasil Sedimentasi di Laut. Ekspor tersebut dinilai bisa merugikan nelayan dan merusak ekosistem pesisir dan laut.
Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan menyampaikan ada dua hal yang patut disoroti dalam kebijakan ini. Pertama, aturan tersebut menegaskan bahwa pemerintah mengalihkan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak asasi setiap warga negara Indonesia terhadap lingkungan yang baik dan sehat.
Hal tersebut dapat dilihat pada pasal 10 mengenai pengendalian hasil sedimentasi melalui pembersihan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang memiliki izin Pemanfaatan Pasir Laut.
“Peraturan ini sesungguhnya menyembunyikan orientasi utama komersialisasi laut di balik kedok pelestarian lingkungan laut dan pesisir melalui pengelolaan hasil sedimentasi," ujar Dani.
Kedua, PP No. 26/2023 membuat langkah mundur dalam pelestarian ekosistem pesisir dan laut. Pasalnya, aturan tersebut kembali membuka perizinan usaha bagi penambangan pasir laut untuk tujuan komersial dan bahkan ekspor.
Menurut Dani, aturan hukum tersebut merevisi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Pasir Laut Ekspor Menggiurkan
Di masa lalu, ekspor pasir laut merupakan bisnis menggiurkan, namun juga telah merugikan negara jutaan dolar. Penambangan pasir laut menjadi tidak terkendali serta merusak lingkungan laut dan pesisir, mengancam kehidupan nelayan, dan menguntungkan negara lain.
KNTI juga menyayangkan PP ini sama sekali tidak menyinggung nelayan dan pembudidaya yang berpotensi terkena dampak dari aktivitas pemanfaatan pasir laut, baik dalam konsideran maupun pasal-pasal di dalamnya.
"Nelayan dan pembudidaya merupakan kosa kata yang asing dan tidak dikenal dalam peraturan yang justru sangat dekat dengan kedua aktor ini," ujarnya.
Ketua DPP KNTI Bidang Advokasi dan Perlindungan Nelayan, Misbachul Munir, terdapat sejumlah bahaya penambangan pasir laut, diantaranya:
- Dapat meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai
- Menurunkan kualitas perairan laut dan pesisir pantai
- Berpotensi meningkatkan pencemaran pantai
- Menurunkan kualitas air laut dengan meningkatnya kekeruhan air laut
- Merusak wilayah pemijahan ikan dan nursery ground
- Merusak ekosistem mangrove
- Mengganggu lahan pertambakan
- Mengubah pola arus laut yang sudah dipahami secara turun menurun oleh masyarakat pesisir dan nelayan
- Kerentanan terhadap bencana di perkampungan nelayan
- Penurunan pendapatan nelayan
- Biaya operasional melaut makin tinggi
- Larangan akses dan melintas di areal penambangan pasir laut
- Hilangnya lokasi penangkapan ikan bagi nelayan tertentu.
Ekspor Bukan Tujuan Utama
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi dan Kebijakan Publik Wahyu Muryadi mengatakan ekspor bukan tujuan utama aturan tersebut. Pemanfaatan sedimentasi di laut lebih menekankan pemenuhan kebutuhan dalam negeri seperti reklamasi, infrastruktur dan sebagainya.
Dia mengatakan, terjadinya kerusakan saat pengambilan pasir terdahulu disebabkan karena pengambilannya tidak diatur dan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan.
"Melalui PP ini tata cara atau tata kelola pemanfaatan sedimentasi di laut dan alat yg ramah lingkungan itu diatur," ujarnya melalui keteranan tertulis, Rabu (31/5).
Wahyu mengatakan, KKP akan memastikan pihak yang melakukan pembersihan sedimentasi di laut itu benar-benar mengedepankan ekologi untuk memelihara kesehatan laut. Oleh sebab itu, alat yang digunakan harus ramah lingkungan.
"PP ini bukan rezim penambangan, tapi pembersihan sedimentasi dengan kedepankan aspek ekologi," ujarnya.