Bahlil Dorong Investasi Logam Dasar demi Ekosistem Kendaraan Listrik
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah akan terus mengerek capaian realisasi investasi pada sektor industri logam dasar serta barang logam bukan mesin dan peralatannya.
Langkah tersebut dinilai menjadi loncatan untuk merealisasikan rencana industrialisasi berbasis ekonomi hijau, terutama pada pembangunan pabrik baterai untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik.
Bahlil menjelaskan, percepatan pertumbuhan investasi dalam negeri untuk sektor industri logam dasar hingga barang logam bukan mesin dan peralatannya menjadi faktor utama dalam mendukung proyek hilirisasi mineral domestik.
"Saya naikan terus investasi di industri logam dasar, barang logam bukan mesin dan peralatannya itu adalah untuk membuat pabrik dengan mengedepankan green energy dan green industry," kata Bahlil dalam pemaparannya di Universitas Bina Nusantara yang disiarkan secara daring pada Kamis (15/6).
Dalam uraiannya, Bahlil menjelaskan pemerintah telah menaikkan realisasi investasi pada industri logam dasar sejak tahun 2020, berbarengan dengan kebijakan pengetopan larangan ekspor bijih nikel. Total investasi yang masuk pada tahun itu mencapai Rp 94,8 triliun atau naik 53,8% dari Rp 61,6 triliun pada 2019.
Besaran penanaman modal pada sektor logam dasar konsisten naik menjadi Rp 171,2 triliun alias 177,9% pada 2022. "Pendekatan pemerintah ke depan adalah bagaimana memberikan nilai tambah dari hilirisasi mineral," ujar Bahlil.
Dia melanjutkan, langkah pemerintah untuk meningkatkan tarikan investasi dalam negeri di sektor hilirisasi mineral merupakan respons atas menjamurnya permodalan pada industri energi terbarukan, khususnya pada sektor energi dan moda transportasi.
Untuk menangkap momentum peluang tersebut, pemerintah kini mengarahkan pengembangan industri dalam negeri berbasis pengolahan mineral. Terutama pada hilirisasi bijih nikel menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
Melalui modal 23,7% cadangan bijih nikel terbesar di dunia, Bahlil optimistis Indonesia bisa menjadi salah satu produsen baterai listrik yang berpengaruh di dunia. "Nikel itu Tuhan punya mau saat kita stop 2020, 2021 ada perubahan kebijakan global, yang semuanya akan dorong ke green dan mereka akan meninggalkan fosil," ujarnya.
Di 2035 mobil listrik di dunia hampir semua pakai mobil listrik, akan meninggalkan mobil-mobil yang pakai fosil. "Komponen mobil listrik itu 40% adalah baterai, dan baterai itu bahan bakunya adalah nikel, mangan, kobalt dan lithium. Cadangan nikel terbesar di dunia itu ada di Indonesia," kata Bahlil.
Pada kesempatan tersebut, Bahlil mengklaim pemerintah telah mengunci sejumlah komitmen investasi asing pada pengadaan pabrik baterai listrik domestik. Satu di antaranya adalah proyek pabrik baterai kendaraan listrik senilai US$ 1,1 miliar hasil kerja sama LG Energy Solution dan Hyundai Group di Karawang, Jawa Barat.
Pembangunan pabrik yang diberi nama ‘Proyek Omega’ itu diharap mulai beroperasi pada April 2024 dengan kapasitas produksi fase pertama sebesar 10 giga watt hour (GwH) dengan menghasilkan lebih dari 150.000 unit baterai kendaraan listrik.
Lebih lanjut, Bahlil juga menyatakan bahwa pabrikan baterai asal Cina, Contemporary Amperex Technology (CATL) sudah menyepakati kerja sama investasi senilai US$ 5,2 miliar untuk membangun industri baterai listrik terintegrasi di Indonesia.
"Lalu LG US$ 9,8 miliar, kemudian WV, BASF, Foxconn itu sudah masuk, maka pemerintah dorong Indonesia harus menjadi negara yang menghasilkan pabrik baterai cell terbesar di dunia," ujar Bahlil.