Luhut: Ekspor Pasir Laut Masih Dilarang

Muhamad Fajar Riyandanu
24 Juni 2023, 06:30
Foto ilustrasi pasir laut
Freepik
Foto ilustrasi pasir laut. Praktik ekspor pasir laut hanya bisa terlaksana apabila Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai pihak yang memelopori lahirnya PP Nomor 26 Tahun 2023 sepakat dengan Kementerian Perdagangan atau Kemendag.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah adanya praktik ekspor pasir laut setelah Presiden Joko Widodo menerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Menurut Luhut, penerbitan PP tersebut bertujuan untuk memuluskan proyek reklamasi di dalam negeri.

Pemerintah kini banyak mengerjakan proyek reklamasi di sejumlah daerah, seperti di pesisir perairan Banten, Jakarta, Jawa Timur, Kepulauan Riau hingga  wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur. "Sekarang pemerintah prioritaskan reklamasi di tempat kita sendiri. Kalau ekspor, belum ada," kata Luhut di Kantor Kemenko Marves pada Jumat (23/6).

Praktik ekspor pasir laut hanya bisa terlaksana apabila Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai pihak yang memelopori lahirnya PP Nomor 26 Tahun 2023 sepakat dengan Kementerian Perdagangan atau Kemendag. Hal ini sejalan dengan regulasi di bidang perdangangan yang masih melarang pasir laut sebagai komoditas ekspor.

"Sampai hari ini, Permendag masih melarang ekspor pasir laut," ujar Luhut.

Luhut menjelaskan, ekspor pasir laut dapat berjalan untuk tujuan pendalaman alur laut dan harus melewati proses audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Kalau ekspor itu sedimennya yang digunakan," kata Luhut.

Merujuk pada histori penjualan ekspor pasir laut Indonesia dari trademap.org, volume ekspor komoditas HS 2505.90.000 pada 2003 masih menyentuh angka 3,8 juta ton dengan nilai transaksi US$ 9,6 juta. Mayoritas pengiriman pasir laut ditujukan ke Singapura dengan besaran mencapai 3,6 juta ton atau senilai US$ 8,8 juta.

Praktik ekspor pasir laut pada tahun tersebut masih terus berjalan meski pemerintah saat itu telah merilis dua regulasi larangan penjualan ke luar negeri. Adapun HS 2505.90.000 mengacu kepada komoditas berupa pasir alam dari segala jenis, diwarnai maupun tidak, tidak termasuk pasir silika, pasir kuarsa, pasir mengandung emas dan platinum, zirkon, pasir rutil dan ilmenit, pasir monasit, dan pasir ter atau aspal.

Data trademap.org juga menunjukkan volume ekspor pasir laut Indonesia pada 2004 hingga 2007 secara berturut-turut berada di kisaran 3 juta ton. Singapura lagi-lagi menjadi importir terbesar dengan volume pembelian 2,8 juta ton pada 2004 dengan nilai US$ 5,5 juta. Besaran tersebut naik menjadi 3,1 juta ton pada 2005 dengan nilai transaksi US$ 5,9 juta.

Singapura juga membeli pasir laut RI sebanyak 3,2 juta ton pada 2006 senilai US$ 6,4 juta dan 379.718 ton atau setara US$ 716 ribu pada 2007.

Volume ekspor pasir laut baru di Indonesia secara signifikan menurun pada 2008 dan 2009, dengan masing-masing 102 ton dan 82 ton dan baru benar-benar berhenti pada 2010 hingga 2022. Selain Singapura, negara-negara Asia seperti Malaysia dan Cina juga menjadi pembeli pasir laut Indonesia.

Penjualan tertinggi ke Cina terjadi pada 2003 dengan volume 129.700 ton atau senilai US$ 454.000. Sementara penjualan paling besar ke Malaysia terjadi pada 2005 dengan pengiriman 116.311 ton dan nilai penjualan US$ 222.000.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...