Kementan Setop Sebagian Impor Sapi Australia Imbas Penyakit Kulit
Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian telah menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas peternakan di Australia pasca terdeteksi penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) secara klinis pada sapi.
“Penangguhan ini dilakukan sampai dengan hasil investigasi temuan penyakit LSD lebih lanjut. Ekspor sapi hidup dari Australia tetap dapat berjalan dari 56 peternakan atau premises dari total 60 yang terdaftar,” kata Kepala Barantan Bambang dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian di Jakarta, Selasa (1/8).
Bambang mengatakan temuan mengenai penyakit LSD pada sapi impor dari Australia tersebut bermula dari hasil pemeriksaan dokumen dan fisik di atas kapal oleh petugas Karantina Pertanian Tanjung Priok, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 25 Mei hingga 26 Juli 2023.
Kemudian petugas memberikan tanda khusus pada sapi-sapi impor yang menunjukkan gejala klinis untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel sesaat setelah bongkar dari alat angkut.
“Dari hasil pemeriksaan laboratorium, positif terdeteksi LSD dan langsung dilakukan tindakan berupa pemotongan bersyarat yang diawasi oleh Dokter Hewan Karantina. Kami dapati temuan gejala klinis LSD pada sapi impor terus bertambah, karena itu kami putuskan untuk menangguhkan importasi dari empat fasilitas tersebut,” ucapnya.
Setelah memastikan temuan klinis tersebut, Bambang menuturkan bahwa pihaknya langsung berkoordinasi dengan pemerintah Australia melalui Department Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF) untuk menginvestigasi temuan LSD pada empat peternakan yang ditangguhkan.
“Kami juga sama-sama dalami masalah ini. Bisa jadi kejadian ini penyebabnya ada berasal dari Indonesia tetapi kita juga perlu ada kecurigaan ini terjadi dari sana. Sehingga informasi yang cepat kita berikan menjadi bahan yang positif yang kita harapkan Australia untuk segera mendalami agar tidak berkembang luas di sana,” ujar dia.
Penularan LSD Terjadi di Australia
Kendati masih memerlukan investigasi lebih dalam, Bambang menduga kuat bahwa penularan penyakit LSD terjadi di Australia. Pasalnya, masa inkubasi penyakit yang kerap menyerang sapi dan kerbau tersebut cukup alamiah bahkan mencapai lima minggu.
Virus dapat bertahan selama 28 hari di leleran mulut dan hidung serta 33 hari di keropeng. Sedangkan durasi pengiriman sapi dari Australia ke Indonesia hanya memakan waktu maksimal 1 minggu.
“Sangat kami yakini ada potensi kemungkinan itu berasal dari sana. Jadi dengan demikian kita berharap sekali kalau sekiranya kejadian ini tertular menjelang masuknya ke Indonesia itu juga menjadi koreksi bagi kita untuk lebih berhati-hati dalam rangka mencegah tangkal terjadinya penyebab penyebaran penyakit ini,” ujarnya.
Jika nanti terbukti bahwa penularan LSD memang terjadi di peternakan Australia, Bambang meminta pemerintah Australia untuk tidak menutupi dan segera mengambil tindakan agar penyebarannya tidak semakin meluas.
“Intinya kami sepakat temuan ini baik untuk Indonesia maupun Australia” tutur dia.
Adapun dari data sistem otomasi Badan Karantina, IQFAST, tercatat impor sapi asal Australia berjumlah 303.867 ekor di 2022. Sementara impor sapi untuk periode 1 Januari hingga 31 Juli 2023 sebanyak 153.384 ekor. Impor sapi tersebut tercatat melalui Pelabuhan Laut Belawan, Tanjung Priok, Lampung, Cilacap dan Bandar Udara Soekarno Hatta.
Khusus untuk Australia, terdapat 60 peternakan yang menjadi pemasok sapi untuk Indonesia. Dengan adanya penangguhan pengiriman dari empat peternakan, maka saat ini hanya 56 peternakan yang masih diizinkan untuk mengirimkan sapi ke Indonesia karena tidak terindikasi tertular penyakit LSD.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia melakukan impor daging sejenis lembu (sapi, kerbau, dan sejenisnya) dengan berat bersih 225,6 ribu ton.
Volume itu meningkat 6,7% dibanding 2021 (year-on-year/yoy), sekaligus menjadi rekor tertinggi baru dalam lima tahun terakhir, seperti terlihat pada grafik di bawah.