Pemerintah Tak Larang E-commerce Jual Barang Impor di Bawah Rp1,5 Juta
Platform perdagangan elektronik atau e-commerce tidak akan dilarang mengimpor barang dengan nilai lebih dari US$ 100 per unit atau sekitar Rp 1,5 juta. Namun barang tersebut akan dikenakan bea impor oleh negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan platform e-commerce akan memberikan batas minimum bagi produk asing senilai US$ 100 per unit. Menurutnya, Bendahara Negara akan mengatur bidang teknis importasi melalui e-commerce tersebut.
"Akan ada bea masuk dan tarif bagi produk impor dari e-commerce," kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Kamis (3/8).
Hal tersebut merupakan hasil rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, dan Presiden Joko Widodo di Istana Negara hari ini.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau PMSE. Sistem elektronik yang dimaksud mulai dari media sosial hingga platform e-commerce.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim menjelaskan revisi kebijakan ini bertujuan untuk melindungi UMKM lokal. Isy menyebutkan revisi Permendag tersebut sedang dalam proses harmonisasi dan akan diimplementasikan pada awal Agustus 2023.
Kemendag bakal menetapkan syarat bagi pedagang luar negeri yang bertransaksi di marketplace dalam negeri. Syarat tersebut seperti komitmen pemenuhan SNI dan persyaratan teknis barang/jasa yang ditawarkan.
Isy mengatakan, aturan tersebut juga akan mendefinisikan secara jelas social commerce sebagai salah satu bentuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Sebelumnya muncul wacara revisi Permendag Nomor 5 terkait harga jual yang dibatasi harus US$ 100 pada e-commerce atau social commerce agar tidak mematikan usaha para pelaku UMKM.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengatakan, barang yang dijual di platform tersebut sangat murah karena berasal dari barang impor. Padahal, barang tersebut bisa ditemukan di Indonesia.
Fiki menyatakan pembatasan harga tersebut diterapkan untuk mencegah UMKM gulung tikar karena kalah saing dengan para penjual yang menjual barang murah impor di e-commerce.
"Harga jual US$ 100 itu masuk akal, kita identifikasi beberapa barang yang kalau memang spesifik teknologi, kaya lensa kamera, kaya barang barang yang digital, itu mahal," ujarnya saat ditemui di Kantor KemenkopUKM, Jakarta, Rabu (26/7).