RI dan Thailand Dinilai Paling Siap Adopsi Mobil Listrik di ASEAN
Perusahaan modal ventura, East Venture, menilai Indonesia dan Thailand sebagai dua negara di Asia Tenggara yang paling siap mengadopsi tren kendaraan listrik.
Penilaian itu berangkat dari ketersedian teknologi, ketersediaan regulasi insentif dan stimulus perpajakan hingga kesiapan fasilitas pendukung berupa stasiun pengisian kendaraan listrik.
Operating Partner East Venture, David Fernando Audy, mengatakan Indonesia dan Thailand dapat menjadi pusat produksi dan rantai bisnis kendaraan listrik globa. Namun hal tersebut bisa terjadi jika kedua negara sepakat untuk menjalin kerja sama.
Menurutnya, Indonesia punya modal sumber daya bijih nikel melimpah sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Adapun Thailand terkenal sebagai negara dengan pangsa penjualan kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara.
Lembaga riset Counterpoint melaporkan Thailand sebagai pasar kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara. Negeri Gajah Putih memiliki pangsa 78,7% dari total penjualan kendaraan listrik berbasis baterai di kawasan Asia Tenggara.
"Jadi Indonesia bisa lebih fokus pada produk baterai dan kemudian mereka bisa terhubung ke Thaliand untuk memproduksi kendaraan listriknya," kata Audy saat menjadi pembicara di ASEAN BAC Indonesia’s Summit Week 2023 di Hotel Sultan Jakarta pada Sabtu (2/9).
Kolaborasi Indonesia dan Thailand dalam pengembangan kendaraan listrik di Asia Tenggara dapat memenuhi ceruk pasar di Asia Tenggara. Peluang monetisasi itu terlihat dari porsi penggunaan mobil listrik yang baru menyentuh 3% dari seluruh populasi mobil di Asia Tenggara.
"Jika kita berkolaborasi maka kita dapat menjadi pusat pertumbuhan kendaraan listrik global, " ujar Audy.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi, Nurul Ichwan, mengatakan bahwa Indonesia telah berniat menjadi produsen baterai kendaraan listrik di Asia Tenggara. Salah satu contohnya adalah keberadaan pabrik baterai kendaraan listrik hasil kerja sama LG Energy Solution (LGES) dan Hyundai Group di Karawang, Jawa Barat.
Pabrik yang diberi nama ‘Proyek Omega’ itu bakal beroperasi pada Februari 2024 dan memiliki kapasitas produksi produksi fase pertama sebesar 10 giga watt hour (GwH). Pabrik tersebut sanggup menghasilkan lebih dari 160.000 unit baterai mobil listrik.
Adapun fasilitas produksi baterai kendaraan listrik itu memiliki nilai investasi sebesar US$ 1,1 miliar atau setara Rp 16,3 triliun untuk fase pertama. "Implementasi paling awal yang akan kami lakukan adalah pada tahun 2024. Kami akan memproduksi sebagian komponen untuk baterai," ujar Nurul pada forum yang sama.
Sedangkan Wakil Deputi Badan Penanaman Modal Thailand, Sonklin Ploymee mengatakan negaranya siap berperan sebagai produsen kendaraan listrik di wilayah Asia Tenggara. Dia menyatakan pertumbuhan penjualan kendaraan listrik naik 12% tahun lalu. Lebih dari separuh penjualan mobil listrik di Thailand merupakan hasil pabrikan Cina.
Permintaan kendaraan listrik juga didukung oleh pembangunan fasilitas pengecasan listrik umum yang masif. Hal tersebut dapat memberikan rasa aman bagi para pengendara jarak jauh yang menggunakan kendaraan listrik.
"Masyarakat memikirkan seberapa jauh Anda bisa berkendara? Bagaimana Anda dapat menemukan stasiun pengisian daya," ujar Sonklin.