Kemendag Akan Berikan TikTok Shop Sanksi karena Masih Berjualan
Kementerian Perdagangan akan memberikan sanksi kepada TikTok lantaran masih menempatkan fitur transaksi pada aplikasinya. Padahal, Kementerian Perdagangan telah melarang TikTok untuk berjualan sesuai dengan Peraturan Mendag atau Permendag no. 31/2023.
Sebelumnya, Kemendag memberikan dispensasi pada TikTok untuk meniadakan fitur transaksi hingga Selasa (3/10). Namun media sosial asal Cina tersebut hingga saat ini masih beroperasi.
"Seminggu kemarin kan hanya untuk sosialisasi, nanti kan mereka dikasih surat peringatan sebagai bentuk sanksi administratif tertulis," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim di Pusat Grosir Cililitan, Selasa (3/10).
Walau demikian, Isy menyampaikan, TikTok telah menyurati kantornya belum lama ini terkait Permendag No. 31/2023. Dalam surat tersebut, TikTok menyatakan akan mengikuti peraturan di dalam negeri.
Isy menjelaskan proses peniadaan fitur transaksi oleh TikTok tidak bisa dilakukan dengan cepat. Kemendag menunggu komitmen TikTok Shop untuk mematuhi aturan pemerintah Indonesia.
"Kita tunggu prosesnya, kan sudah ada komitmen. Dokumen komitmen yang saya dapat bentuknya surat elektronik dari Kepala Perwakilan TikTok Shopnya," kata Isy.
Oleh karena itu, Isy belum berencana meningkatkan sanksi administratif pada TikTok ke tingkat selanjutnya. Seperti diketahui, Permendag No. 31/2023 menetapkan urutan sanksi, yakni peringatan tertulis, masuk daftar prioritas pengawasan, masuk daftar hitam, pemblokiran sementara, dan pencabutan izin usaha.
TikTok melanggar Pasal 21 ayat (3) Permendag No. 31/2023 karena masih menyediakan fitur transaksi. Berdasarkan perhitungan Katadata.co.id, TikTok akan mendapatkan dua peringatan tertulis lainnya hingga 16 Oktober 2023 jika peringatan tertulis pertama dikirim hari ini, Selasa (3/10).
Jika surat peringatan tersebut tidak diindahkan hingga 16 Oktober 2023, Permendag No. 31/2023 mengatur pemerintah untuk memasukkan TikTok dalam daftar prioritas pengawasan paling lama pada 17-23 Oktober 2023.
Sanksi terberat yang dapat diterima TikTok adalah pencabutan izin usaha jika TikTok jika tidak mengeluarkan fitur transaksi hingga 23 Oktober 2023.
Lindungi Keamanan Data
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan sebuah platform memang sudah sewajarnya untuk dilarang menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Jika tidak diatur, berpotensi menghadirkan persaingan dagang yang tidak sehat.
"Kalau di luar negeri memang dipisah, jadi sosial media dan e-commerce itu dipisah atau tidak jadi satu," kata dia, Senin (2/10).
Menurut Bhima, pemisahan ini diperlukan salah satunya untuk menjaga keamanan data. Penyalahgunaan data akan lebih sulit dilakukan jika terbagi di dua platform berbeda.
Selain itu, pengawasan yang dilakukan juga dapat lebih optimal karena tidak tumpang tindih. Tak hanya itu, sebuah platform juga tidak bisa lagi memanfaatkan algoritma media sosialnya untuk berjualan.
“Setidaknya algoritma media sosial tidak diarahkan untuk kepentingan penjualan barang di e-commerce,” ujar Bhima.
Berdasarkan data yang dihimpun Business of Apps, pengguna TikTok tembus 1,5 miliar pada kuartal II 2023. Jika dihitung berdasarkan unduhan kumulatifnya, produk besutan ByteDance ini diunduh hingga 3,3 miliar kali pada 2022.
Pengguna TikTok didominasi oleh kalangan anak muda. Data Business of Apps menyebut, pengguna paling banyak yakni usia 18-24 tahun yang mencapai 34,9% dari total pengguna pada 2022. Kemudian disusul usia 25-34 tahun yang tercatat sebesar 28,2%. Ada juga usia remaja, yakni 13-17 tahun dengan proporsi 14,4%.
Sementara pengguna paling sedikit yakni kelompok di atas 55 tahun, dengan proporsi 3,4% dan 45-54 tahun yang sebesar 6,3%. Berdasarkan gendernya, pengguna perempuan tercatat lebih banyak, yakni 55% dari total pengguna pada 2022. Laki-laki tercatat sebanyak 43%, sedangkan gender lainnya sebesar 2%.