Kebijakan Bioavtur Berpotensi Ganggu Pabrik Sabun dan Deterjen
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit atau Gapki memperkirakan, produksi minyak inti sawit atau PKO saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebijakan pemerintah terkait campuran bioavtur. Perlu ada peningkatan produksi agar implementasi kebijakan bioavtur tak justru mengganggu kebutuhan industri oliokemikal di dalam negeri.
Pemerintah sebenarnya menargetkan campuran PKO dalam avtur sebesar 3% pada 2020 dan meningkat menjadi 5% pada 2025. Namun, pemerintah sejauh ini baru berhasil menguji bioavtur dengan campuran PKO sebesar 2,4% dalam bahan bakar J2,4.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, produksi PKO di dalam negeri hampir seluruhnya telah diserap pasar global dan lokal. Menurutnya, produsen PKO dapat mengubah penjualannya dari pasar ekspor ke program bioavtur.
Edi menghitung implementasi program bioavtur justru dapat mengancam serapan PKO oleh industri pengolah PKO domestik. Industri pengolah yang dimaksud adalah oleokimia yang memproduksi sabun, deterjen, dan produk sejenis.
"Sesuai keinginan pemerintah terkait hilirisasi, jangan sampai industri dalam negeri tidak mendapatkan bahan baku. Satu-satunya jalan hanya meningkatkan produksi," kata Eddy kepada Katadata.co.id, Selasa (17/10).
Eddy mendata produksi PKO mentah pada 2022 mencapai 4,5 juta ton. Seluruh produksi tersebut diserap oleh industri oleokimia sejumlah 3,1 juta ton, ekspor berbentuk PKO olahan sebesar 1,3 juta ton, dan ekspor PKO sebanyak 100.000 ton.
Mengutip Databoks, konsumsi avtur tertinggi pada 2011-2021 terjadi pada 2018 yang mencapai 5,7 juta kiloliter, sedangkan terendah pada 2021 atau hanya 2 juta kiloliter. Dengan demikian, implementasi J5 secara keseluruhan pada 2025 membutuhkan PKO sejumlah 100.000 sampai 285.000 ton.