Banding Nikel di WTO Untungkan RI, Hilirisasi Bisa Terus Berjalan
Masih berjalannya proses banding di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan larangan ekspor nikel yang digugat oleh Uni Eropa dinilai menguntungkan Indonesia. Sebab dengan belum adanya keputusan final, kebijakan tersebut masih bisa diteruskan untuk mendorong hilirisasi.
“Bagi Indonesia itu bagus, karena tanpa ada keputusan final, dalam arti keputusan final itu ada ditingkat banding, jadi apapun policy-nya tetap bisa dilanjutkan,” ujar Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Bara Krishna Hasibuan di Timika, Papua Tengah, Minggu (3/12).
Bara menyampaikan, sambil menunggu hasil akhir dari banding yang diajukan pada Desember 2022, Indonesia tetap dapat melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel.
Lebih lanjut, untuk melanjutkan banding WTO akan membentuk Badan Banding dan harus mendapat persetujuan dari semua anggota. Menurut Bara, hingga saat ini Amerika Serikat masih belum memberikan persetujuannya.
Badan Banding sendiri diperkirakan baru akan terbentuk pada 2024. Namun demikian, sidang banding tidak dapat langsung dilakukan, karena menunggu antrian.
“Badan banding baru terbentuk awal 2025, AS masih blocking. Kalau disetujui permintaan AS, enggak langsung terbentuk, butuh 6 bulan, kasus baru akan dibahas pertengahan 2026,” kata Bara.
Indonesia dinyatakan kalah atas gugatan Uni Eropa di WTO pada Oktober 2022. Gugatan tersebut terkait dengan pelarangan ekspor mineral mentah khususnya nikel ke luar negeri yang ditetapkan berlaku sejak 1 Januari 2020.
Berdasarkan hasil sidang, Indonesia dinyatakan kalah karena industri hilirisasinya dianggap belum matang oleh WTO. Menurut WTO, negara yang melarang ekspor suatu komoditas, harus memiliki industri yang benar-benar berkembang, sedangkan Indonesia, dinilai masih belum mencapai kemampuan tersebut.
Presiden Joko Widodo dengan tegas meminta meminta untuk terus melawan gugatan Uni Eropa atas kebijakan hilirisasi nikel.
“Enggak apa-apa, kalah. Saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak kedua, hilirisasi lagi, bauksit. Artinya, bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita dapat nilai tambah,” kata Jokowi, dilansir situs resmi Sekretariat Kabinet RI, Rabu (30/11/2022).
“Setelah itu, bahan-bahan lainnya, termasuk hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai ekspor dalam bentuk bahan mentah. Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Stop, cari investor agar masuk ke sana, sehingga nilai tambahnya ada,” lanjutnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia melakukan ekspor nikel sebanyak 777,4 ribu ton, meningkat 367% dibanding setahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Nilai total ekspor nikel Indonesia pada 2022 juga melonjak 369% (yoy) menjadi USD 5,97 miliar. Angka-angka tersebut merupakan rekor tertinggi dalam sedekade terakhir.
Sepanjang 2022, Indonesia paling banyak mengekspor nikel ke Cina, dengan pengiriman sebanyak 661,7 ribu ton. Pembeli terbesar berikutnya adalah Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Norwegia, India, Singapura, Hong Kong, Belgia, dan Timor Leste.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan melonjaknya kinerja ekspor nikel Indonesia pada 2022 terjadi berkat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel mentah.
Pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel mentah sejak 1 Januari 2020. Sejak saat itu, yang boleh diekspor hanyalah nikel yang sudah melalui proses pengolahan, sehingga harganya menjadi lebih mahal.
"Nikel begitu dilarang (ekspor bijih mentahnya), punya nilai tambah yang luar biasa. Ekspor olahan nikel tumbuh sangat tinggi. Perbandingan produk-produk yang memiliki nilai tambah dengan yang tidak memiliki nilai tambah sangat terlihat sekali," kata Zulkifli Hasan dalam konferensi pers awal tahun ini (2/1/2023).
Bukan hanya mengerek perdagangan, pelarangan ekspor bijih nikel mentah juga turut mengundang aliran investasi asing ke sektor pengolahan nikel di Indonesia.