Ekspor Produk Halal RI Jeblok Tahun Ini, Tertekan Harga Komoditas
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor produk halal nasional anjlok 18,7% secara tahunan pada Januari-Oktober 2023 menjadi US$ 42,33 miliar. Nilai ekspor turun meski volumenya naik 8,1% secara tahunan pada periode yang sama.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi mengatakan, penurunan nilai ekspor disebabkan oleh penurunan harga komoditas. Ia mencontohkan, penurunan pada harga minyak sawit mentah atau CPO yang termasuk produk halal.
"CPO ini fluktuasi harganya cukup besar dan harga CPO ini turun belum lama ini. Jadi, fluktuasi harga CPO sangat mempengaruhi nilai ekspor produk halal," kata Didi dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/12).
Nilai perdagangan internasional produk halal Indonesia mencapai US$ 53,43 miliar pada sepuluh bulan pertama 2023 atau turun 16,53%. Sementara itu, neraca perdagangan halal mencapai US$ 31,22 miliar.
Didi memaparkan, produk ekspor halal secara umum dibagi menjadi empat kategori, yakni makanan olahan, farmasi kosmetika, dan pakaian muslim. Lima pasar ekspor halal terbesar Indonesia adalah Cina, Amerika Serikat, India, Pakistan, dan Malaysia.
Makanan olahan memiliki kontribusi terbesar pada nilai ekspor halal Januari-Oktober 2023 atau senilai US$ 34,74 miliar. Produk yang dimaksud adalah CPO dan turunannya, olahan ikan, pasta, olahan kakao, wafer, dan biskuit.
Didi menilai, performa nilai ekspor halal pada tahun depan tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini. Namun, ia optimistis volume ekspor halal pada 2024 akan tetap tumbuh positif secara tahunan.
Ia menjelaskan, pertumbuhan volume ekspor tersebut sesuai dengan prediksi volume perdagangan dunia oleh Organisasi Dagang Dunia atau WTO yang naik 3,5% secara tahunan pada 2024. Didi mencatat, WTO memperkirakan volume perdagangan dunia tahun ini tumbuh 3,2% secara tahunan
"Prediksi WTO memberikan optimisme bahwa ekspor halal kita masih bisa tumbuh lumayan dari sisi volume. Saya tidak tahu dari sisi nilai, tapi mudah-mudahan bisa naik seiring peningkatan harga komoditas dunia," ujarnya.
Selain pelemahan harga komoditas, Didi mengatakan penurunan nilai ekspor halal didorong pelemahan kurs rupiah. Ia mencatat rupiah konsisten melemah dari Mei 2023 hingga awal Oktober 2023.
Menurutnya, pelemahan rupiah membuat harga jual per unit ikut susut. Walau demikian, Didi menekankan harga jual per unit tetap berdasarkan negosiasi antara eksportir dan importir.
"Akan tetapi, negosiasi harga saat ini tidak akan sama dengan harga besok karena mereka akan melihat kurs rupiah," katanya.
Di sisi lain, ia menyampaikan nilai ekspor produk halal berkontribusi hingga 21,03% dari total nilai ekspor nasional pada Januari-Oktober 2023. Dengan demikian, ia menilai performa nilai ekspor nasional akan menggambarkan performa nilai ekspor halal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor nasional mencapai US$ 236,41 miliar pada Januari-November 2024. Angka ini naik 6,5% yoy atau 7,2% sejak awal tahun atau year to date.
Sementara itu, impor November US$ 19,59 miliar atau naik 4,89% secara bulanan dan 3,29% secara tahunan. Peningkatan ini didorong oleh impor barang modal dan konsumsi yang masing-masing naik 13,66% dan 19,82% secara tahunan.
Produk makanan dan minuman untuk rumah tangga yang berkontribusi terhadap impor barang konsumsi mencatatkan kenaikan terbesar, yaitu 31,38% secara tahunan. Disusul oleh produk barang konsumsi setengah tahan lama yang naik 17,24%, sedangkan impor bahan baku atau penolong terkontraksi 1,05%.
BPS mendata neraca dagang surplus US$ 2,41 miliar pada November dan mempertahankan surplus selama 43 bulan berturut-turut. Neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif selama Januari hingga November surplus US$ 33,63 miliar.
“Kinerja neraca dagang Indonesia yang masih surplus ini mencerminkan ketahanan eksternal Indonesia yang masih terjaga di tengah peningkatan risiko global,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal alias BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu di Jakarta, Minggu (17/12).