Kronologi Skandal Daihatsu, Berawal dari Kecurangan Uji Keselamatan
Daihatsu, anak perusahaan Toyota, mengumumkan penghentian semua pengiriman kendaraan baik dalam negeri maupun di luar negeri pada Rabu (21/12).
Penghentian distribusi ini merupakan buntut dari hasil investigasi skandal tes keselamatan. Perusahaan menemukan 174 pelanggaran, termasuk kesalahan penyajian hasil tes dan perusakan kendaraan. Dari kasus ini, 64 model serta tiga mesin terkena dampaknya.
Temuan ini membuat Presiden Daihatsu Soichiro Okudaira kemarin mengunjungi Kementerian Transportasi di Tokyo, Jepang, untuk melaporkan temuan panel independen.
Sebagai informasi, menurut data Toyota, Daihatsu telah memproduksi lebih dari satu juta kendaraan selama 10 bulan pertama tahun ini. Hampir 40% di antaranya diproduksi di luar negeri.
Daihatsu menjual sekitar 660 ribu kendaraan di seluruh dunia selama periode tersebut. Perusahaan menyumbang 7% dari penjualan Toyota, produsen otomotif terbesar Negeri Sakura.
Permasalahan ini dimulai ketika uji tabrakan pada beberapa model kendaraan yang dilakukan Daihatsu dinilai tidak sesuai. Menurut hasil investigasi, unit kontrol kantung udara (airbag) yang digunakan dalam pengujian beberapa model ini berbeda dengan yang digunakan pada mobil yang dijual ke publik, termasuk model Toyota Town Ace dan Pixis Joy serta Mazda Bongo. Meski berpotensi tidak sesuai dengan standar hukum, namun kantung udara tersebut telah memenuhi standar keselamatan penumpang.
Menanggapi hal ini, Kementerian Transportasi Jepang mengatakan akan melakukan inspeksi pada kantor pusat Daihatsu di Osaka pada hari ini. Para eksekutif Daihatsu mengatakan pengiriman produknya ke luar negeri akan ditangguhkan hingga kendaraan-kendaraan tersebut diizinkan untuk dijual kembali oleh regulator.
"Situasinya sangat serius, setiap izin yang diberikan oleh pihak regulator kepada produsen mobil yang diperoleh dengan cara yang curang dapat dicabut oleh hukum," kata Presiden Daihatsu, Soichiro Okudaira dikutip dari Reuters.
Melansir Nikkei Asia, investigasi terhadap Daihatsu ini sebetulnya telah terjadi sejak Mei lalu. Selain uji tabrak, Daihatsu juga memiliki catatan laporan pernah melakukan penukaran data dari kursi penumpang dengan pengemudi saat berlangsungnya pengujian.
Tidak hanya itu, skandal ini juga termasuk soal laporan palsu tentang uji benturan sandaran kepala dan uji kecepatan untuk beberapa model. Daihatsu juga pernah mengumumkan bahwa mereka menemukan kekurangan dalam uji keselamatan untuk enam model, serta sejumlah permasalahan lain yang terjadi sebelum 2023.
Ketua komite investigasi pihak ketiga, Makoto Kaiami mengatakan panel tidak percaya Toyota bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Namun, komite meyakini Daihatsu berusaha untuk memenuhi ekspektasi yang diberikan kepada mereka.
Dampak Skandal Daihatsu
Reuters menulis, skandal ini berpotensi menodai reputasi Toyota dalam hal kualitas dan keamanan. Dampak finansial dari skandal tersebut belum dapat diketahui.
Namun analis otomotif Nomura, Masataka Kunugimoto mengatakan dampak ke pendapatan Toyota kemungkinan akan terbatas mengingat ukuran perusahaan induknya.
Dia mencontohkan apabila terjadi penghentian produksi selama satu bulan nilainya setara dengan 120 ribu kendaraan. Ini menandakan adanya pengurangan pendapatan mencapai 240 miliar yen atau US$ 1,68 miliar bagi Toyota.
Akan tetapi, dampak finansial yang lebih besar bisa terjadi pada para pemasok Daihatsu. Rantai suplai perusahaan di Jepang terdiri dari 8.316 perusahaan yang menghasilkan 2,21 triliun yen dalam penjualan tahunan dari Daihatsu.
Wakil Presiden Eksekutif Daihatsu Hiromasa Hoshika menyebut penangguhan pengiriman ini akan mempengaruhi bisnis Daihatsu di luar negeri. Termasuk pada operasi mereka yang berpusat di Malaysia dan Indonesia.