Industri Serat Terancam Setop Produksi jika Aturan Baru Impor Berlaku

Andi M. Arief
13 Februari 2024, 18:39
Tekstil, industri tekstil, impor
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
ilustrasi.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Industri serat sintetis terancam berhenti produksi akibat implementasi Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Industri meminta pemerintah merevisi beleid yang memperketat pengawasan impor itu sebelum berlaku. 

Permendag No. 36 Tahun 2023 mengubah pengawasan impor yang semula berada di wilayah post-border menjadi border. Dengan kata lain, seluruh barang impor akan diperiksa di pelabuhan sebelum masuk ke dalam negeri. Ini membuat semua barang impor membutuhkan perizinan untuk diimpor, termasuk bahan baku.

"Pabrik serat sintetis masih menerima pasokan bahan baku saat ini. Namun, ada potensi tersendat karena terdapat perizinan yang prosesnya membutuhkan waktu lama dan meningkatkan biaya," kata Head of Corporate Communications and PR PT Asia Pacific Fibers Tbk Prama Yudha Amdan kepada Katadata.co.id, Selasa (13/2).

Prama mengatakan, bahan baku industri serat sintetis yang dimaksud adalah Mono Ethylene Glycol atau MEG. Menurutnya, hanya ada satu produsen MEG di dalam negeri berkapasitas 50.000 ton per tahun. Prama tidak menjelaskan lebih lanjut siapa produsen tersebut.

Total kebutuhan MEG bagi industri serat sintetis nasional adalah 600.000 ton per tahun. Dengan kata lain, industri serat sintetis bergantung lebih dari 90% ketersediaan MEG dari pasar impor.

Pada saat yang sama, Prama mengaku APF tidak dapat melakukan kerja sama pembelian MEG khusus dari produsen lokal. Ini karena para produsen tersebut belum memiliki rencana produksi pada tahun ini.

Oleh karena itu, Prama mendorong pemerintah untuk memperbaiki Permendag No. 36 tahun 2023 selambatnya akhir bulan ini. Pasalnya, waktu implementasi beleid tersebut adalah 9 Maret 2024, sedangkan rata-rata waktu importasi MEG adalah 4-5 minggu.

"Kalau ada interupsi bahan baku terputus, akibatnya selama periode putus itu kami tidak bisa produksi. Cut-off period secara umum di pabrik kami 2-3 minggu setelah tidak ada impor bahan baku baru," ujarnya.

Prama yang juga menjabat sebagai Anggota Eksekutif Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia menilai utilisasi industri serat sintetis nasional dapat menjadi 0% secepatnya pada akhir Maret 2024. Menurutnya, dampak dari berhentinya produksi pabrik serat lokal akan berlipat ganda ke industri turunan tekstil, seperti benang, kain, dan garmen.

Prama menilai penyesuaian Permendag No. 36 Tahun 2023 pada bulan ini penting bagi industri tekstil untuk menghadapi Ramadan 2024. Menurutnya, permintaan tekstil pada Bulan Suci akan meningkat dan membuat permintaan pada ekosistem idnustri Tekstil dan Produk Tekstil meningkat secara bersamaan.


Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...