McKinsey Ungkap Tiga Mineral yang Potensial Dihilirisasi Seperti Nikel
McKinsey & Company Indonesia menyarankan pemerintah mendorong hilirisasi komoditas lain secara paralel dengan yang tengah berjalan pada nikel. Komoditas yang dinilai memiliki potensi besar seperti nikel adalah timah, aluminium, dan tembaga.
Managing Partner McKinsey and Company Indonesia Khoon Tee Tan mengatakan, seluruh mineral potensial untuk dikembangkan hilirisasi. Ini karena seluruh mineral tersebut tergabung dalam ekosistem baterai kendaraan listrik atau electric vehichle (EV).
"Hilirisasi yang dilakukan di nikel bisa dilakukan di mineral lain. Kita perlu bijak mencari caranya," kata Khoon Tee dalam dalam Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2024 sesi "Empowering Indonesia's Industrial Transformation for Tomorrow" di Jakarta, Selasa (5/3).
Khoon Tee menilai, timah menjadi komoditas selanjutnya yang dapat masuk program hilirisasi. Ia menjelaskan timah memiliki keunggulan komparatif yang serupa dengan nikel, yakni volume cadangan yang besar di dalam negeri.
Selain timah, Khoon Tee merekomendasikan aluminium dan tembaga untuk masuk program hilirisasi. Namun demikian, ia menekankan bahwa pemerintah harus mengkaji pasar produk hilir kedua mineral tersebut.
"Kalau kita paksakan hilirisasi sektor hulu ke rantai pasok ekosistem industri aluminium dan tembaga domestik, ada kemungkinan itu menjadi boomerang. Sebab, kalau investasi di industri hilir kedua mineral tersebut. apakah produknya kompetitif?" katanya.
Khoon Tee pun menekankan pentingnya pemerintah untuk masuk pada tahap selanjutnya dalam proses hilirisasi nasional, yakni transformasi industri. Khoon Tee mencatat, beberapa sektor manufaktur dapat menyerap produk pengolahan mineral yang tengah didorong pemerintah selain EV, yakni otomotif, elektronika, dan kerajinan.
Khoon Tee mengatakan ketiga industri hilir tersebut telah terbentuk di dalam negeri. Namun, pasar untuk ketiga pabrikan tersebut belum cukup besar agar seluruh mineral yang diproses saat ini diserap di dalam negeri.
Jadi, pemerintah kini harus mempersiapkan industri antara dan industri hilir secara paralel dengan memberikan insentif fiskal," katanya.
Kementerian Investasi melaporkan total nilai realisasi investasi hilirisasi mineral sepanjang 2023 mencapai Rp 216,8 triliun.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan, nilai investasi hilirisasi tidak berasal dari satu komoditas saja. Tidak hanya sektor mineral, Bahlil juga turut melaporkan capaian nilai realisasi hilirisasi di komoditas lainnya.
Ia mencatat, hilirisasi migas dengan petrochemicalnya senilai Rp 46,3 triliun, sedangkan hilirisasi ekosistem kendaraan listrik, dalam hal ini baterai, yang mencapai Rp 9,7 triliun.
Selain itu, dia juga menyebutkan nilai realisasi hilirisasi dalam bidang pertanian yang berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO sebesar Rp 50,8 triliun dan sektor kehutanan melalui pulp dan paper Rp 51,8 triliun. “Memang ke depan kami akan dorong hilirisasi di sektor perikanan, pertanian, dan perhutanan yang lebih masif lagi,” ujarnya.
Jika ditotalkan seluruhnya, jumlah realisasi hilirisasi selama 2023 mencapai Rp 375,4 triliun atau 26,5% dari total investasi selama 2023 Rp 1.418,9 triliun. Total investasi tersebut naik 17,5% dibandingkan 2022 yang mencapai Rp 1.207,2 triliun.