Kadin dan Katadata Kerja Sama Olah Data Pangan Nasional
Kamar Dagang dan Industri atau Kadin menandatangani nota kesepahaman dengan PT Katadata Indonesia pada Kamis (21/3). Kesepakatan mencakup kerja sama pengumpulan dan pengolahan data pangan sebagai sumber dan referensi utama nasional.
Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian Kadin Indonesia Arif P. Rachmat mengatakan, tujuan perjanjian ini adalah untuk menyatukan narasi industriawan dan petani. Narasi tersebut nantinya dapat mendorong kolaborasi antara negara, industri, dan petani.
"Kami pro petani, tapi kami butuh kebijakan dan intervensi pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur pertanian, impor bibir, dan regulasi terkait rekayasa genetika," kata Arif di Menara Kadin, Kamis (21/3).
Arif mengatakan, tujuan pembuatan satu data dan satu narasi ini adalah peningkatan produktivitas pangan, peningkatan daya saing pangan lokal, dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Ia menyampaikan, Kadin Indonesia akan mendorong penurunan emisi karbon dan deforestasi. Oleh karena itu, salah satu strategi dalam peningkatan produksi yang diambil adalah intensifikasi melainkan ekstensifikasi.
Arif mencatat intervensi tersebut akan sangat berguna dalam meningkatkan produktivitas jagung dan beras. Menurutnya, rekayasa genetika dalam produksi jagung dapat mendorong volume panen hingga 100%.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo juga telah menugaskan Perum Bulog untuk meningkatkan produksi secara intensif. Kepala Negara menugaskan peningkatan produksi 500.000 hektare sawah eksisting.
"Pekan depan Bulog akan memanggil kami untuk memikirkan cara-cara peningkatan produksi secara intensifikasi tersebut," kata Arif.
CEO Katadata Metta Dharmasaputra menekankan, pentingnya data yang akurat dalam membuat kebijakan berdasarkan data. Metta mencontohkan, minimnya data pangan akurat pada 2004 menyebabkan masyarakat miskin bertambah hingga 3,5 juta orang
Menurut Metta, isu impor beras juga telah membelah pemerintah, DPR, hingga lembaga penelitian. Kondisi ini juga memicu demonstrasi mahasiswa dan masyarakat.
Akibat minimnya data pangan, menurut dia, pemerintah akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak dan membatalkan impor beras. Mski demikian, Metta menilai pemerintah saat itu telah berusaha meredam ledakan kemiskinan dengan menyalurkan Bantuan Tunai Langsung.
"Itu biaya yang harus ditanggung dari ketiadaan data yang tidak akurat. Data-driven policy mutlak untuk dilakukan. Saya kira ini situasi yang tidak jauh beda dengan saat ini," kata Metta.