Kemenperin Batasi Impor Barang Elektronik, Dari Televisi hingga Laptop
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik. Aturan yang resmi berlaku 6 Februari 2024 ini mengatur pembatasan terhadap impor produk - produk elektronik.
“Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin, Priyadi Arie Nugroho dalam keterangan resmi dikutip Selasa (9/4).
Priyadi mengatakan, pengaturan arus impor ini sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik yang masih menunjukkan defisit pada tahun 2023.
Berdasarkan pertimbangan usulan dan kemampuan industri dalam negeri, ditetapkan terdapat 139 pos tarif elektronik yang diatur dalam Permenperin 6/2024, dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
“Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya,” kata Priyadi.
Menjaga Iklim Industri Dalam Negeri
Lebih lanjut, Priyadi menyatakan, pihaknya memahami bahwa tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan.
“Dengan terbitnya kebijakan tata niaga impor produk elektronika ini bukan berarti bahwa pemerintah anti impor, namun lebih kepada menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.
Dengan adanya Permenperin 6/2024 ini, dia berharap produsen dalam negeri dapat menangkap peluang permintaan produk elektronika sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya.
Sedangkan bagi Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), kehadiran aturan ini dapat menjadikan peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.
“Sementara itu, bagi importir, adanya kepastian pendistribusian dan atau penjualan barang impor di dalam negeri,” ujar Priyadi.
Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) pada tahun 2023, kapasitas produksi untuk produk AC sebesar 2,7 juta unit dan realisasi produksi sekitar 1,2 juta unit. Artinya utilisasi produksinya hanya 43%.
Namun berdasarkan data Laporan Surveyor, impor produk AC pada tahun 2023 menembus angka 3,8 juta unit. Oleh karena itu, dengan kahadiran aturan impor ini dapat meningkatkan utilisasi produksi AC di dalam negeri.
“Permenperin tersebut pun disambut baik oleh para produsen elektronika di dalam negeri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya beberapa surat resmi yang diterima pemerintah dari asosiasi produsen di dalam negeri yang menyatakan dukungannya,” kata Priyadi.
Daya Saing RI Masih Kurang
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman mengemukakan bahwa terbitnya Permenperin 6/2024 ini harus dilihat dari sisi kepentingan nasional, sehingga Gabel sebagai asosiasi produsen elektronik menyambut baik dan memiliki harapan besar agar regulasi tersebut bisa diberlakukan secara konsisten.
“Memang permasalahan daya saing industri dalam negeri tidak bisa diselesaikan hanya dengan tata niaga impor, masih ada masalah-masalah rumit lainnya seperti lemahnya hilirisasi industri bahan baku dan komponen inti,” ujar Daniel.
Namun aktivitas hilirisasi tidak akan terjadi tanpa tumbuhnya industri hulu hingga ke tingkat skala ekonomis bagi industri hilir. Dengan adanya Permenperin 6/2024 ini, Gabel berharap industri hulu akan tumbuh pesat sehingga akan memicu hilirisasi yang terintegrasi.
“Tentu saja, tantangan pemerintah untuk menjalankan peraturan ini sangat tinggi, dan perlu dukungan dan masukan seluruh stakeholder agar bisa dijalankan secara lancar. Kalaupun ada masalah di operasional, ya diperbaiki bersama, bukan dipermasalahkan esensi Permen-nya,” kata Daniel.
Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (APKABEL) Noval Jamalullail menyatakan, pemberlakuan Permenperin 6/2024 merupakan solusi terbaik sebagai wujud dukungan terhadap industri kabel dalam negeri, khususnya produsen kabel serat optik.
“Karena hal ini akan membangkitkan kembali produksi industri kabel serat optik di dalam negeri untuk dapat aktif memenuhi kebutuhan nasional yang sedang membangun sarana telekomunikasi dan jaringan internet di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Harapan Baru Bagi Industri Kabet Serat Optik
Lanjut Noval, Permenperin tersebut juga memberikan harapan baru bagi pengembangan industri kabel serat optik dalam negeri. Apalagi, saat ini kemampuan dan kapasitas industri kabel serat optik di Indonesia sudah mumpuni serta telah bisa membuat semua jenis kabel serat optik dari ukuran kecil maupun besar.
"Baik itu untuk keperluan di dalam gedung, di udara dan dalam tanah, maupun duct serta kabel dalam laut (sub marine cable). Total kapasitas mencapai 15 juta ScKm (Kmfiber),” ujarnya.
Kemampuan dan kapasitas yang besar tersebut seiring adanya sejumlah investor global dari Cina, Korea, dan Jepang yang membangun beberapa fasilitas pabrik kabel serat optik di Indonesia dalam kurun delapan tahun terakhir ini. Namun kapasitas tersebut hanya terutilisasi dengan okupansi produksi di bawah 50% dari kapasitas terpasang.
Semua proses kabel serat optik yang meliputi colouring, tubing, stranding, armoring, sheating atau jacketing sudah 100% dilakukan di dalam negeri. “Karena memang produk kabel serat optik adalah satu kesatuan proses, sehingga tidak ada proses assembling,” kata Noval.