Harga Tiket Pesawat Mahal Diduga Karena Kurangnya Jumlah Pesawat
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Kemenko Marves menyatakan minimnya jumlah pesawat di dalam negeri berdampak pada harga tiket pesawat. Untuk diketahui, jumlah pesawat yang beroperasi di dalam negeri turun dari 700 unit menjadi sekitar 400 unit akibat pandemi Covid-19.
Kementerian Perhubungan mendata total pesawat yang beroperasi hanya 420 unit pada akhir Februari 2024. Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo RM menilai penurunan jumlah pesawat tersebut membuat ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan industri penerbangan saat ini.
"Hal lain yang mempengaruhi adalah kondisi geopolitik di berbagai wilayah dunia yang berdampak pada peningkatan harga avtur,” kata Odo dalam keterangan resmi, Senin (22/4).
Odo menyampaikan avtur memiliki kontribusi terbesar pada harga tiket pesawat atau 35%. Selain avtur, Odo menghitung ada tiga komponen lain dengan total kontribusi hingga 72% pada harga tiket, yakni biaya pemeliharaan pesawat sebesar 16%, biaya sewa pesawat sebesar 14%, dan premi asuransi pesawat sebesar 7%.
Odo mengatakan pemerintah telah berupaya menekan harga tiket pesawat dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 3 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Untuk diketahui, beleid tersebut merupakan salah satu hasil revisi Permendag No. 36 Tahun 2024.
Permendag No. 3 Tahun 2024 telah mengeluarkan suku cadang pesawat dari daftar komoditas larangan terbatas khusus untuk maskapai. Walau demikian, Odo mengakui kontribusi perjalanan udara terhadap perjalanan wisatawan nusantara atau wisnus rendah.
Odo mendata mayoritas atau 85% dari perjalanan wisnus menggunakan angkutan darat. Sementara itu, angkutan udara hanya berkontribusi sebesar 12%, sedangkan sisanya menggunakan angkutan laut.
Target Perjalanan Wisatawan Nusantara
Odo menyampaikan bahwa target volume perjalanan wisnus mencapai 1,5 miliar perjalanan. Sementara itu, potensi pendapatan sektor pariwisata lebih dari Rp 3.000 triliun.
"Target tersebut didukung beberapa kebijakan, termasuk diskon tarif tol, integrasi paket kunjungan wisata dengan kereta api, dan penyelenggaraan event nasional," katanya.
Di samping itu, Odo mengaku sedang menyusun rancangan peraturan Dana Abadi Pariwisata Berkualitas. Untuk diketahui, pemerintah mewacanakan penerbitan Indonesia Tourism Fund atau ITF senilai Rp 2 triliun.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menargetkan beleid ITF rampung sebelum Lebaran 2024. Walau demikian, aturan ITF tersebut belum kunjung diterbitkan sampai saat ini.
Sandiaga menyampaikan pengoperasian ITF bukan hanya untuk mendatangkan konser musik akbar. Menurutnya, dana tersebut dapat mendatangkan kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, pameran, dan olahraga yang mendatangkan banyak wisatawan mancanegara.
Dengan kata lain, Sandi mengatakan tujuan pengoperasian ITF adalah mempromosikan industri pariwisata nasional. Pada saat yang sama, dana tersebut bertujuan meningkatkan National Branding dan menyelenggarakan kegiatan berkelas dunia.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Haryadi Sukamdani mengatakan titik kritis industri pariwisata nasional saat ini adalah promosi. Oleh karena itu, Haryadi menilai ITF dapat meningkatkan anggaran promosi pariwisata di dalam negeri.
Haryadi menilai anggaran promosi pariwisata Indonesia jauh tertinggal dengan negara tetangga, seperti Singapura, Jepang, bahkan Thailand. Menurutnya, industri pariwisata nasional sejauh ini hanya mengandalkan kapital dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk kegiatan promosi.
"Dunia usaha sangat membutuhkan ITF, tapi tentunya bentuk Tourism Fund itu harus bermanfaat untuk semua, untuk kepentingan pariwisata secara keseluruhan," ujarnya.
Seperti diketahui, ITF merupakan dana abadi pariwisata yang dapat memberikan sokongan dana untuk pagelaran olahraga akbar. Dana tersebut diproyeksikan sanggup menaikan kunjungan wisatawan mancanegara hingga 15%.
Pengelolaan dana abadi itu bakal dilaksanakan oleh badan pengelola dana khusus, yakni Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Keuangan.