Harga Jagung Anjlok saat Panen, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai perlunya pemerintah meningkatkan investasi untuk membangun dryer (pengering) dan silo modern berkapasitas besar di sentra-sentra pertanian jagung. Harga jagung yang anjlok sejak dua pekan terakhir saat panen raya terjadi karena infrastruktur pascapanen yang disediakan pemerintah belum memadai
“Seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat maupun daerah lainnya yang memiliki pertanian jagung luas,” kata Ketua Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan BPP HIPMI Hadi Nainggolan pada Selasa (21/5).
Hadi menyayangkan harga jagung yang anjlok saat panen raya dan merugikan petani. Menurut dia, infrastruktur pascapanen jagung dari pemerintah belum memadai.
Oleh karena itu, menurut Hadi, pengembangan dryer dan silo modern dapat menjadi inovasi dalam hilirisasi pertanian jagung Indonesia. Selain membenahi infrastruktur pascapanen, Hipmi juga mendorong perbankan BUMN dan swasta agar meningkatkan pembiayaan di sektor pertanian.
"Modal usaha di sektor pertanian ini besar dan butuh dukungan yang lebih fleksibel oleh pihak perbankan. Baik untuk para petaninya maupun kepada pengusaha di sektor pertanian,” katanya.
Hadi juga meminta pemerintah untuk tidak mengimpor jagung, terutama saat panen. Ia juga merespons mengenai turunnya harga jagung dalam dua pekan terakhir. Menurutnya, anjloknya harga jagung menimbulkan kerugian besar bagi petani.
"Semoga kejadian anjloknya harga jagung ini menjadi yang terakhir kalinya di Indonesia," kata dia.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi sebelumnya meminta Perum Bulog termasuk semua pihak baik pelaku usaha maupun pemangku kepentingan di bidang pangan jagung agar mengoptimalkan penyerapan produksi dalam negeri sehingga harganya tak anjlok.
Hingga 14 Mei 2024, jagung dalam negeri yang diserap Perum Bulog mencapai 16 ribu ton. Itu terdiri dari serapan pada infrastruktur pascapanen di Gudang Corn Drying Center (CDC) Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan total serap 5 ribu ton dan CDC Bolaang Mongondow Sulawesi Utara di angka 5,7 ribu ton. Di samping itu, terdapat pula penyerapan di luar CDC yang totalnya telah mencapai 5,4 ribu ton.
Penyerapan tertinggi di luar CDC ada di Kantor Wilayah (Kanwil) Bulog NTB dengan capaian 4,9 ribu ton. Lalu Kanwil Sulawesi Utara dan Gorontalo 150 ton dilanjutkan Kanwil Bulog Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat tercatat telah menyerap 110,57 ton. Kanwil Sulawesi Tenggara di angka 101,2 ton, Kanwil Jawa Tengah 100 ton, dan Kanwil Jawa Timur 9,95 ton.