Soroti Tingginya Konsumsi Tembakau di Indonesia, WHO Tawarkan 5 Solusi
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyoroti tingginya konsumsi tembakau dan rokok di Indonesia. Untuk itu, badan PBB bidang kesehatan ini meminta Indonesia memperketat peraturan terkait industri tembakau.
WHO meminta legislator memanfaatkan kesempatan dengan adanya pengesahan Undang-Undang Kesehatan pada 2023 serta UU Penyiaran yang sedang direvisi. Hal ini untuk menekan konsumsi produk tembakau pada anak muda yang terus meningkat dan fenomena peralihan ke produk rokok elektronik.
“Saat ini, Indonesia berada di persimpangan penting dalam perjalanan kesehatan dan pembangunannya, terutama dalam hal pengendalian tembakau serta produk nikotin dan tembakau baru dan pembatasan dampak kesehatan, sosial, dan ekonominya yang merugikan,” kata Perwakilan WHO untuk Indonesia N. Paranietharan, Jumat (31/5).
Terkait UU Kesehatan dan UU Penyiaran yang tengah direvisi, WHO mengatakan ada lima hal yang dapat dilakukan pemerintah dan legislator Indonesia untuk menekan konsumsi produk tembakau.
Pertama, memastikan ada perhatian khusus terhadap iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau di media sosial ataupun di platform dunia maya lainnya. Selain itu, juga melarang sponsor produk tembakau di acara orang muda, seperti acara olahraga, musik, dan kesenian.
Kedua, melarang penjualan produk nikotin baru atau konvensional kepada rakyat di bawah 21 tahun. Kemudian, melarang penjualan rokok kemasan kecil yang jumlahnya kurang dari 20 batang per bungkus.
“Hal ini akan menjadikan rokok lebih sulit terjangkau oleh pemuda dan sebaiknya disertai larangan penambahan rasa pada produk nikotin dan tembakau baru, sehingga banyak mengurangi daya tariknya,” tulis WHO.
Terkhusus di Undang-Undang Penyiaran, WHO meminta legislator mendorong pelarangan iklan dan promosi tembakau dalam segala format siaran. Hal ini diharapkan bisa mengurangi paparan iklan produk nikotin di orang muda serta melakukan denormalisasi perilaku merokok dan vape.
Terakhir, menyeragamkan struktur cukai untuk segala jenis produk tembakau. Mereka merekomendasikan penghapusan batas cukai 57% dari harga ritel menjadi 75% atau lebih dari harga ritel.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan bilang akan mengesahkan rancangan Peraturan Pemerintah soal produk tembakau dalam waktu dekat. Salah satu usulannya sudah sesuai dengan saran WHO yakni meningkatkan batas usia minimal konsumsi rokok menjadi 21 tahun.
“Di antaranya usulan pengesahan terkait larangan konsumsi produk tembakau ataupun rokok elektronik pada anak atau remaja usia 10-21 tahun dan wanita hamil,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Eva Susanti, dilansir dari kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Kamis (30/5).
Saat ini, Indonesia menempati posisi 87 dari 90 negara dalam Global Tobacco Industry Interference Index, yang mengindikasikan adanya campur tangan besar dari industri rokok dalam penyusunan kebijakan.
Indonesia merupakan satu dari hanya 12 negara anggota WHO yang belum meratifikasi WHO Global Framework Convention on Tobacco Control, yang memberdayakan pemerintah-pemerintah dalam melawan campur tangan industri tembakau.
WHO memproyeksikan tingkat penggunaan tembakau secara global pada usia 15 tahun ke atas bakal meningkat, dari 13,6% pada 2015 menjadi 23% pada 2023. Angka ini jauh berbeda dengan proyeksi Indonesia yang akan meningkat dari 33,2% menjadi 38,7%.
Bahkan Global School-Based Student Health Survey menunjukkan penggunaan tembakau pada anak usia 13–17 tahun meningkat dari 13,6% pada 2015 menjadi 23% pada 2023. “Dengan kata lain, setidaknya satu dari lima remaja saat ini menggunakan produk tembakau tertentu,” kata WHO.