Jokowi Beri Tugas Tambahan ke BPDPKS: Kelola Dana Kakao dan Kelapa

Andi M. Arief
10 Juli 2024, 17:58
kakao, BPDPKS, kelapa, jokowi
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/rwa.
Petani menunjukkan biji kakao di sela-sela peluncuran The Landscape Approach to Sustainable and Climate Change Resilient Cocoa and Coffee Agroforestry (LASCARCOCO) di Cibodas, Tangerang, Banten, Rabu (31/5/2023). Bea ekspor Kakao nantinya akan dikelola oleh BPDPKS seperti halnya komoditas sawit.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Joko Widodo menyetujui usulan untuk memperluas peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS. Lembaga tersebut nantinya tak hanya mengelola dana dari industri sawit, tetapi juga industri kakao dan kelapa.

Keputusan untuk memperluas peran BPDPKS merupakan keputusan hasil rapat terbatas antara Presiden Jokowi dengan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (10/7).

Pejabat yang hadir dalam rapat tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Selain itu, hadir pula Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolni.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan, Presiden Jokowi telah menyetujui penambahan satu kedeputian di BPDPKS untuk menjalankan tugas tambahan tersebut. "Jadi tidak perlu badan baru, tapi digabungkan ke BPDPKS. Karena kan kelapa sawit, kelapa dan kakao itu kan mirip-mirip," kata Zulhas usai ratas.

Dana pungutan BPDPKS saat ini memiliki fungsi untuk peremajaan perkebunan, penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, serta pemenuhan untuk kebutuhan pangan. Dana kelolaannya juga dapat digunakan untuk mendorong hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit, hingga penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel untuk campuran solar.

Adapun realisasi pungutan ekspor kelapa sawit yang dihimpun oleh BPDPKS sepanjang 2023 mencapai Rp 32,42 triliun, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sejumlah Rp 30,32 triliun. Penambahan tugas BPDPKS untuk mengelola dana kelapa dan kakao diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari dua tanaman tropis tersebut.

Zulhas mengatakan, perluasan peran BPDPKS akan segera berjalan seiring adanya lampu hijau dari Presiden Jokowi. "Segera berjalan, sudah diputuskan kok," ujar Zulhas.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sumber dana tambahan BPDPKS dari sektor kakao akan ditarik dari tarif bea keluar maksimal 15%. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar mengatur empat kategori tarif bea keluar atas barang ekspor biji kakao.

Kategori pertama mengatur harga rata-rata internasional biji kakao di level US$ 2.000 per ton dikenakan bebas bea keluar. Sementara kakao yang memiliki harga di rentang lebih dari US$ 2.000 - US$ 2.750 per ton dikenakan tarif pungutan 5%.

Adapun biji kakao dengan harga US$ lebih dari US$ 2.750 - US$ 3.500 per ton dikenakan bea ekspor 10% dan biji kakao harga tertinggi lebih dari US$ 3.500 per ton dibebankan bea keluar 15%.

Airlangga mengatakan, besaran pungutan bea keluar untuk kakao saat ini akan dikonversikan menjadi pajak ekspor yang dikelola oleh BPDPKS. Di sisi lain, pemerintah masih belum akan menarik bea keluar komoditas kelapa karena belum ada instrumen hukum yang mengatur.

Ia menjelaskan, lahan kakao dan kelapa di Indonesia masing-masing saat ini memiliki luas 1,3 juta hektar (ha) dan 3,3 juta ha. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi kakao pada 2023 mencapai 641,7 ribu ton. Volume ini turun 1,36% dibanding tahun sebelumnya.

Sulawesi Tengah menjadi provinsi penghasil kakao terbesar pada 2023, dengan volume produksi 130,8 ribu ton atau 20,38% dari total produksi nasional. Sementara itu, produksi kelapa secara nasional mencapai 2,89 juta ton pada 2023. "Nilai ekspor kakao adalah US$ 1,3 miliar dan kelapa US$ 1,2 miliar," ujar Airlangga.

Airlangga menuturkan, jumlah produksi kakao domestik saat ini belum bisa memenuhi permintaan pasokan dari 31 industri coklat dalam negeri. Dia mengatakan komposisi bahan baku produksi coklat domestik saat ini lebih banyak datang dari biji kakao impor sebesar 55%.

"Lokalnya hanya 45%, oleh karena itu penting untuk penanaman kembali kakao agar produksi bisa dua kali lipat. Oleh karena itu, arahan bapak presiden memberikan tugas tambahan kepada BPDPKS untuk juga mengembangkan industri berbasis kakao dan kelapa," kata Airlangga.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...