APNI Sebut Raksasa Nikel Australia BHP Berpeluang Investasi di Indonesia
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengatakan perusahaan nikel asal Australia berpeluang masuk untuk investasi di Indonesia. Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan hal ini muncul setelah pihaknya berdiskusi dengan BHP.
“Saya belum bisa konfirmasi, tapi ada peluang kesana. Kami berharap ada perusahaan-perusahaan di luar Cina yang bersedia masuk ke Indonesia,” kata Meidy saat ditemui di Jakarta pada Senin (29/7).
Meidy mengatakan masuknya BHP ke Indonesia berpeluang terjadi pada tahun depan, namun masih tergantung situasi politik. Saat ini APNI sedang menunggu regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah baru pimpinan Prabowo-Gibran terkait nikel.
“Aturan apa yang bisa membangkitkan semangat para investor. Kami menunggu dahulu beberapa bulan lagi,” ujarnya.
Meidy mengatakan peluang investasi BHP ini dapat terjadi karena perusahaan tersebut membutuhkan bahan untuk dapat memproduksi turunan nikel matte. “Intinya apapun investasinya itu mereka harus mencari partner untuk upstream dulu." katanya.
Selain perlu mengamankan hulu nikel, Meidy mengatakan peluang investasi BHP di Indonesia juga muncul karena banyaknya smelter nikel di Indonesia.
Impor Bijih Nikel dari Filipina
APNI juga melaporkan hingga Juli 2024, Indonesia telah mengimpor 380 ribu ton bijih nikel dari Filipina. “Beberapa smelter sudah impor, kadar nikelnya 1,4%,” kata Meidy.
Menurut Meidy, hal ini merupakan langkah bagus guna mempertahankan cadangan nikel Indonesia. Meidy juga mengatakan, hingga saat ini tidak ada aturan dari pemerintah yang melarang perusahaan untuk mengimpor nikel.
“Yang penting nikel tersebut diproses di Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya PT Kalimantan Ferro Industry menyatakan bahwa masih mengimpor nikel dari Filipina untuk operasional fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Kalimantan Timur. Hal ini disebabkan oleh terkendalanya pasokan nikel ore dalam negeri.
“Kami harus mengambil dari Filipina karena beberapa tambang pemasok belum mendapatkan persetujuan RKAB sehingga kami tidak bisa membeli nikel mereka,” kata Owner Representative PT KFI Ardhi Soemargo dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi VII DPR RI pada Senin (8/7).