Negara Kehilangan Rp 6,2 Triliun Akibat Gempuran Impor Tekstil Ilegal

Andi M. Arief
6 Agustus 2024, 20:37
impor
ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prak
Sejumlah pekerja mangangkut kain untuk bahan kaos di konveksi Sinergi Adv, Jakarta, Rabu (17/7/2024). Di tengah lesunya industri tekstil akibat gempuran produk impor tekstil yang membanjiri pasar domestik, bisnis konveksi ini masih dapat memenuhi pesanan sekitar 500 ribu kaos per bulan selama 2024.
Button AI Summarize

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendata data impor tekstil dan produk tekstil yang masuk ke dalam negeri dua kali lipat dari yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS). Alhasil, pemerintah menaksir potensi nilai yang hilang dari perekonomian nasional akibat hal tersebut mencapai Rp 11,83 triliun per tahun.

Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Setya Permana mencatat produk TPT yang tidak tercatat oleh BPS adalah pakaian jadi atau pos tarif 60 sampai 63. Temmy mendata selisih data impor BPS dan data produk TPT yang diekspor ke Indonesia konsisten tumbuh pada 2019-2022.

"Pakaian ilegal yang tidak tercatat oleh BPS ini yang mendistorsi harga di pasar karena harga pakaian impor ini sangat murah dan dijual secara daring," kata Temmy di kantor Jakarta, Selasa (6/8).

Temmy mencatat pakaian impor ilegal tersebut dijual dengan harga Rp 3.500 sampai Rp 10.000 per lembar. Angka tersebut tidak termasuk harga pakaian bekas impor ilegal karena tidak tercatat dalam pos tarif negara asal maupun BPS.

Serapan Tenaga Kerja Hilang

Temmy menghitung masifnya impor tekstil ilegal tersebut membuat serapan tenaga kerja hilang 67.000 orang dengan total pendapatan Rp 2 triliun per tahun. Pada saat yang sama, negara kehilangan pendapatan hingga Rp 6,2 triliun per tahun.

Secara rinci, negara tidak mendapatkan pendapatan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan senilai Rp 1,4 triliun per tahun. Sementara itu, kerugian dari sisi bea cukai mencapai Rp 4,8 triliun per tahun karena tidak membayar bea masuk.

Bahkan, Temmy menyebut 74% barang yang dijual dalam lokapasar merupakan barang impor. Pada saat yang sama, total pelaku UKM yang telah masuk ekosistem digital mencapai 22 juta unit.

NamunTemmy mengaku belum mendata sumber barang yang dijual pelaku UKM dalam lokapasar. Sebab, pedagang dalam lokapasar dapat mudah melanggar aturan, salah satunya tidak mencantumkan negara asal barang yang dijual.

"Kami sudah mendorong lewat Peraturan Menteri Perdagangan No. 31 Tahun 2024 agar mencantumkan negara asal barang yang dijual. Dampak dari pelanggaran aturan tersebut adalah masifnya produk impor di dalam negeri," katanya.

Secara umum, Permendag Nomor 31/2023 mengatur proses perdagangan melalui platform digital. Secara umum, beleid tersebut mengatur tata cara dan syarat penjualan barang di lokapasar.

Temmy menyampaikan masifnya produk impor di dalam negeri membuat kontribusi sektor manufaktur ke perekonomian nasional susut dari lebih dari 20% pada 2919 menjadi 18,67% pada tahun lalu.

"Masuknya produk impor di dalam negeri membuat tampaknya gejala deindustrialisasi dengan menurunnya kontribusi sektor industri ke perekonomian nasional," ujarnya.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...